Hikmah Wafatnya Nabi ﷺ
Artikel
-
1 year ago
-
Tag :
Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman
Note : Adalah bentuk cerminan tidak memiliki adab, (apabila ada seorang ustadz) menggunakan redaksi “kematian” untuk Nabi, melainkan wafat. Kata “mati” boleh kita pakai untuk hewan, kucing, tikus, serangga, dll. Adapun untuk manusia kita tidak pakai kata “mati” melainkan “meninggal”, “mangkat”, atau untuk sosok yang dihormati, kita menggunakan kata “wafat”.
Ada banyak kisah bersliweran tentang wafatnya Nabi shallalahu alaihi wasallam, kisah ini termasuk materi yang menarik, dan “laku” dikalangan Kaum Muslimin yang penasaran dengan sosok Nabinya. Karena ini banyak kisah tentang ini, bahkan banyak versi, banyak ditambah tambah, dimodifikasi, bahkan cerita cerita palsu (beberapa “ustadz” banyak membawakan cerita cerita palsu karena lebih laku).
Ada banyak saudara kita Kaum Muslimin yang keliru, yang penasaran, ingin tau, dan fokus kepada bagaimana proses “kematian nabi”, padahal “mati” adalah “hal biasa”, dimana semua orang mengalaminya. Adapun yang benar adalah bagaimana mengambil banyak hikmah besar bagi agama, keimanan, aqidah, ibadah, akhirat kita, dari momen wafatnya Nabi shallallahu alaihi wasallam. Berikut beberapa fawaid yang bisa diambil, diantaranya :
- Banyak Anshar Yang Keluar Dari Islam. Sekitar separuhnya (jumlah ini cukup terbilang banyak). Hal ini disebutkan sendiri oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa akan banyak yang keluar dari Islam (khususnya anshar) ketika dirinya telah wafat. Banyak Kaum “Muslim KTP” pada saat itu yang keluar dari Islam, murtad, kembali menyembah berhala, patung, kembali Kafir, mereka hanya ikut-ikutan, atau beriman hanya ketika ada Nabi shallallahu alaihi wasallam, dibalik, atau diluar itu, mereka sejatinya bukan orang beriman. Ini banyak kita temui, dia baik ketika ada bosnya, orang tuanya ,mertuanya, suaminya, gurunya. Adapun tidak ada, mereka sebenarnya tidak baik. Mereka Islam (baik), karena dilihat / untuk manusia, adapun ketika manusia lain tidak ada, dia tidak baik.
- Nabi Seorang Manusia. Sebagian Kaum Muslimin menganggap “beliau kan Nabi, saya hanya orang biasa, mana bisa saya seperti Nabi”. Beliau ternyata “hanya” seorang manusia biasa, sama seperti kita. Beliau bisa sakit, demam, dan meninggal. Nabi shallalahu alaihi wasallam bukanlah “makhluk super” yang sulit untuk ditiru, dicontoh, diikuti, karena beliau sama seperti kita manusia, apa yang dilakukan beliau sebenarnya kita juga mampu melakukannya (Tidak mustahil meniru kelakuan / kehidupan beliau).
- Berbaik Sangka Kepada Allah. Beliau diracun, dan kemudian setelahnya beliau sakit, dan kemudian wafat. Beliau mengatakan bahwa sakit ini karena setelah memakan makanan (beracun). Perhatikan Nabi shallallahu alaihi wasallam, sama sekali tidak menisbatkan kepada Allah, menisbatkan sakit yang dideritanya kepada Allah melainkan karena makanan itu (bukan menisbatkan ke kehendak/ketentuan/takdir Allah). Kemudian perlu kita pahami juga disini bahwa sudah menjadi ajal bagi beliau. Bukan karena lewat racun atau tidak, penyebab wafatnya beliau. Ajal adalah suatu kepastian yang akan datang tepat pada waktunya, bukan karena racun atau lainnya. Kebanyakan kita, ketika bertemu dengan hal buruk, sering kita nisbatkan kepada Allah, dimana ini tidak boleh, haram. Semua ketetapan ketentuan adalah benar dari Allah dan pasti baik, adapun yang buruk bukan dari Allah, dan tidak kita nisbatkan kepada Allah.
- Pentingnya (Ritual) Shalat. Shalat adalah rangkaian gerakan ritual dalam beribadah, secara nalar, memang tidak ada hubungan antara berdiri, sedekap, ruku, sujud, dan kebaikan atau keselamatan seseorang. Namun ritual “bungkuk bungkuk” ini adalah perintah langsung dari Allah (yang dijemput / diambil diatas langit sidratul muntaha), bagian dari Tauhid Uluhiyah, rukun Islam nomor dua, maka (Shalat 5 Waktu) tetap wajib dilakukan, atau berdosa sangat besar. Beliau dalam sakitnya yang luar biasa (demam sangat tinggi), mencontohkan tetap wudhu, tetap berangkat ke Masjid untuk shalat berjamaah, namun pingsan sesaat sebelum keluar rumah. Sebegitu pentingnya shalat, bahkan sakit, jatuh, pingsan, bukan uzur untuk tidak melakukan shalat. Sedangkan kita, flu, asam urat, covid, alasan “macet”, “meeting”, berani berani tidak melakukan shalat. Innanilahi.
- Wasiat Beliau. Beliau mewasiatkan, sesungguhnya Allah memberikan kita pilihan, ketika kita dihadapkan pada pilihan dunia atau akhirat maka pilihlah akhirat. Ini pesan beliau, wasiat beliau sebelum wafat yang perlu kita bold dan garis bawahi. Bukan bagaimana detik detik wafatnya beliau, apalagi dari cerita cerita palsu.
Ada banyak lagi, fawaid yang bisa kita ambil, semisal (6) wasiat beliau tentang syirik, jangan jadikan kubur sebagai masjid, jangan shalat dikuburan (menyembah / meminta / berdoa kepada orang mati). (7) Mengutuk keras Yahudi dan Nasrani yang sangat buruk dimana jangan ikut (cara / gaya / penampilan / pemahaman) membebek, tasyabuh, menjadikan mereka contoh, idola, panutan. (8) Bersiwak, beliau khususnya sebelum ajal beliau sangat sering hobi membersihkan mulutnya dengan bersiwak. (9) Bahayanya hutang yang harus sebisa mungkin dibayar, jangan sampai meninggal dalam keadaan hutang (walaupun beliau sendiri wafat dalam keadaan hutang gadai baju besi kepada Yahudi, ini qodarullah). (10) kematian pasti datang, dan kematian datang tidak selalu dalam bentuk seperti wafatnya Nabi shallallahu alaihi wasallam, ada ratusan ribu jenis dan model seseorang menjumpai ajalnya. Ada yang meninggal di medan perang, sakit menahun, mendadak, atau lainnya. Dimana karena sebab itulah kita wajib bersiap siap kedatangan sesuatu yang pasti datang yaitu, maut.
Ada banyak lagi, namun pada kesempatan ini dicukupkan dengan yang sedikit ini, agar tidak terlalu sibuk dengan “wafatnya nabi” tetapi apa yang harus kita pahami, dan yang harus kita lakukan, mengambil fawaid, pesan, dan wasiat dari moment wafatnya Nabi shallallahu alaihi wasallam.
..Wallahu a’lam..