Ilmu Vs Harta
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا.
“Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya.” (Hadits riwayat Al-Hakim).
Ali radhiallahu ‘anhu pernah ditanya, “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?” Maka beliau memiliki 40 jawaban (dalam riwayat lain sampai dengan 100 jawaban):
1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan para Raja (baca: Qarun, Fir’aun, dst).
2. Ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan harta harus dijaga oleh pemiliknya.
3. Ilmu memiliki banyak teman, sedangkan harta memiliki banyak musuh.
4. Ilmu yang dimiliki akan menjadikan seseorang dermawan, sedangkan harta menjadikan seseorang pelit (bakhil).
5. Ilmu akan menjadikan pemiliknya mulia, sedangkan harta (kebanyakan) membuat pemiliknya hina.
6. Ilmu pada hari kiamat akan menjadi syafaat, sedangkan harta pada hari kiamat akan dihisab.
7. Ilmu dalam waktu lama tidak akan usang, sedangkan harta dalam waktu lama akan rusak.
8. Ilmu bisa melunakkan hati pemiliknya, sedangkan harta bisa mengeraskan hati pemiliknya.
9. Ilmu akan membuat pemiliknya sadar dirinya bahwa kecil dihadapan Allah, sedangkan harta akan membuat pemiliknya merasa besar dan sombong.
10. Ilmu akan mengikuti pemiliknya ketika dikubur, sedangkan harta akan meninggalkannya ketika pemiliknya dikubur.
11. Ilmu mampu menguasai harta, sedangkan harta tidak mampu menguasai ilmu.
12. Ilmu hanya dimiliki orang beriman, sedangkan harta bisa dimiliki semua orang (orang durhaka, orang kafir, orang munafik, dst).
13. Ilmu mengantarkan pemiliknya kepada kebahagiaan sejati, sedangkan harta menghalangi pemilik dari tujuannya.
14. Ilmu bisa menjadikan seseorang sukses menjadi budak Allah, sedangkan harta bisa menjadikan seseorang gagal dan menjadi budak manusia (budak dunia).
15. Ilmu adalah pokok cinta ketaatan, sedangkan harta adalah pokok cinta kejelekan.
16. Ilmu secara esensi seperti ruh (menghidupkan jiwa), sedangkan harta secara esensi seperti pakaian (menutupi badan).
17. Ilmu membuat pemiliknya tidak mau ditukar dengan harta, sedangkan pemilik harta mau menukarnya atau kehilangan ilmu.
18. Ilmu bisa membuat seseorang taat, sedangkan harta membuat kebanyakan orang-orang bermaksiat.
19. Ilmu akan membuat pemiliknya bahagia, sedangkan harta tidak jarang membuat pemiliknya celaka.
20. Ilmu itu sejatinya menjadi milik bagi pemiliknya, sedangkan harta sejatinya hanya pinjaman yang akan dikembalikan.
Ada banyak lagi, sekitar 40 sampai 100 jawaban lain, yang membuktikan ilmu lebih utama daripada harta.
_____
Mendengar dan mengetahui hal ini, ada yang tidak setuju. Mereka membenci penjelasan ini, bahkan membenci Ali radhiallahu ‘anhu, yaitu kaum Khawarij.
Ketika kaum Khawarij mendengar hadits bahwa Ali radhiallahu ‘anhu adalah pintu ilmu, mereka mendengki. Para pemuka mereka berkumpul dan berkata: “Kita akan menanyainya. Jika ia menjawab masing-masing kita dengan jawaban berbeda, kita tahu ia benar-benar alim sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Namun, setelah mendapati puluhan jawaban berbeda dari Ali radhiallahu ‘anhu, mereka tetap dengki dan mengingkari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebaliknya, Para Sahabat dan Salafush Shalih berkata: “Kami mendengar dan kami taat. Mereka yakin atas ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mereka dihadapkan pada pilihan ilmu atau harta, mereka mendahulukan ilmu.
[Dijelaskan oleh Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Miftah Daar As-Sa’aadah, ditakhrij oleh Syaikh Ali Hasan Al-Atsari.]
_____
Ada banyak fawaid yang bisa didapat dari perihal ini, beberapa diantaranya adalah :
1. Salafi, jika dihadapkan pada keduanya, akan memilih ilmu dibanding harta.
2. Kelompok sesat membenci sebagian keterangan Nabi—mereka menerima sebagian dan menolak sebagian. Mereka mengujinya, lalu pada akhirnya mengingkarinya. Sebaliknya, Salafi taat pada semua yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
3. Pemilik harta biasanya adalah orang miskin ilmu, sedangkan pemilik ilmu pastinya adalah pemilik harta sejati.
4. Tidak boleh bertanya hanya untuk menguji narasumber, lalu menolak jawabannya.
5. Banyaknya variasi jawaban yang diberikan oleh narasumber bukan berarti plin-plan, melainkan semakin melengkapkan, semakin menguatkan, semakin menjadi jawaban bagi “person to person”, atau bagi ”case by case”, dalam konteks yang mungkin juga berbeda serta menunjukkan seorang narasumber yang semakin berilmu—semakin memiliki ilmu yang dalam.
*********************
Setelah mendengar ini, apakah Anda memilih ilmu atau harta?
..Wallahu a’lam..