...

LANDFILL

Artikel - 4 months ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

LANDFILL

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai mungkin hampir seumur hidup kita hingga hari ini, kita tidak pernah sadar atau tidak pernah tahu ada sebuah tempat yang bernama Bantar Gebang, yaitu tempat pemrosesan akhir (sampah), landfill terbesar di Indonesia, yang terletak di Bekasi, pinggiran kota Jakarta.

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai tidak sadar ada sebuah tempat bernama “TPA Bantar Gebang”, tidak tahu ada sebuah gunung sampah terbesar di Indonesia, gunung sampah setinggi 40 meter atau gedung setinggi 16 lantai, gunung sampah seluas +/- 117 Hektar atau seluas 200x luas lapangan bola, tempat yang kedatangan 1200 truk yang membawa 5000-7000 ton sampah setiap harinya. Tempat ini sangat kotor dan berbau sangat busuk, mengandung gas metana, karbon, yang menyebar ke sekitar, bahkan menjadi gas penyumbang terbesar efek rumah kaca, di atas asap polusi kendaraan tanpa/minim timbal, di atas gas polusi lainnya.

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai tidak tahu, bahwa sekitar 40% diantaranya adalah sampah dari sisa-sisa makanan kita, 60% terdiri dari bahan lainnya terutama bahan plastik, yang (jika) dipendam dikubur di dalam tanah, belum atau tidak akan terurai bahkan sampai ratusan tahun lamanya.

 

*********************

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai tidak pernah tahu ada atau tidak pernah sadar, ada sebuah tempat bernama Neraka, sebuah tempat yang sangat besar, buruk dan busuk, tempat pemrosesan akhir para pendosa dengan segala dosa-dosanya yang mana dosa tersebut belum selesai dibakar dan terurai selama ratusan ribu tahun.

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai tidak pernah tahu, tidak pernah sadar, setiap hari kita terus memproduksi dosa, sejak bangun tidur di pagi hari sudah berdosa, mandi pagi sarapan bersama istri dan anak, tanpa disadari berdosa, berangkat kerja terus paralel dengan melakukan dosa, bersama rekan kerja, di kantor, berdusta yang mana ini berdosa, ketika membelah kota di tengah kemacetan kita berdosa, pulang ke rumah kita membawa harta yang dihasilkan dengan unsur dosa, lelah tidur kemudian setelah seharian disertai dengan argo dosa yang terus menyala.

 

Kita terlalu sibuk, sampai-sampai tidak tahu, tidak sadar, tidak mensyukuri nikmat sehat, nikmat umur, melainkan yang teringat hanya dunia, yang mana ini tiada lain tentu berdosa, telat shalat Subuh dianggap tidak apa-apa, istri dan anak yang hanya sekedar diajak sarapan tanpa membaca doa, tanpa pula pernah diberi sentuhan agama, mereka membuka auratnya, berdosa dengan media sosialnya, kita berkendara di tengah basah hujan namun bibir serta lidah yang kering tanpa lafadz zikir, berkendara sambil mendengarkan musik, suara-suara wanita, aurat, lirik-lirik dusta, zina, bahkan kesyirikan. Mencaci, mengumpat pengendara lain, memaki emak-emak yang belok kanan namun sennya ke kiri, mendorong menginjak menyelak antrian pengguna lain di commuterline, atau Trans Jakarta, sampai di kantor siap-siap pasang topeng “muka muna” (munafik), menjilati bokong bosnya, menyikut teman kantornya, tidak lupa tetap ghibah di belakangnya, makan daging saudaranya. Mengentertain klien, komsumen, investornya dengan menghalalkan hal-hal yang berdosa, saat lelah mencari hiburan buka media sosial scroll-scroll konten berisikan aurat, syubhat dan dosa. Pulang kerja membawa hasil harta yang haram, makanan haram yang meracuni daging tubuh dan keluarganya, kecapekan tidak sempat bangun malam boro-boro bahkan lupa shalat Isya.

 

Kita terlalu sibuk, ketika rahmat hujan turun kita malah memaki menginginkannya reda, terlalu sibuk sampai Al Quran berdebu karena tidak pernah lagi dibaca, terlalu sibuk sampai-sampai sudah 3 bulan tidak silaturahmi dengan saudara, keluarga, bahkan “elu-elu, gua-gua”, terlalu tersibukkan dengan muamalah dusta, bohong, seakan absen kerja padahal gaji buta, terlalu sibuk dengan muamalah syubhat, mendzalimi orang lain, gharar, maisir, rizwah, bahkan riba, jangankan shalawat dan zikir “laa illaha illalah”, bahkan menjawab “wa’alaikumusalam”- pun lupa. Tidak terasa saking lamanya alamat jalan ke majelis ilmu sudah tenggelam pada histori Google Maps nya, tidak terasa harta orang lain yang dititipkan pada saldo kita tidak dikeluarkannya, kecuali harta tersebut dikeluarkannya hanya untuk rangka riya’ dipamerkannya dalam rangka mencari validasi manusia.

 

*********************

 

Kita terlalu sibuk, tanpa disadari setiap hari memproduksi berton-ton dosa, baik kesyirikan, kemusyikan, maksiat, syubhat, dzalim kepada sesama manusia, dusta, riba, ada orang-orang di luar sana yang menderita karena perbuatan kita, sakit hatinya karena sikap dan ucapan kita, yang mana ini terus mengalirkan dosa, mem-booking tempat kita di Neraka.

 

Kita terlalu sibuk, tidak sadar ada sebuah tempat bernama Neraka, sebuah “Landfill”, seburuk-buruknya tempat di alam semesta yang mana sangat amat luas lagi buruk dan busuk, yang menampung setiap dosa kita, tempat pemrosesan akhir dari setiap dosa yang kita terus buat, yang kita terus kirim dan simpan di sana, sebuah tempat yang sangat amat panas tidak sebagaimana suhu dingin kamar kita atau mobil kita yang ber-AC, sebuah tempat pembakaran dari setiap dosa-dosa yang mana tidak lupa kita ikut serta dibakar di dalamnya.

 

*********************

 

Kita terlalu sibuk, mengucap “astagfirullah”, namun dengan ini kembali diingatkan, bukan sekedar istighfar, agar jangan lupa untuk selalu habiskan setiap makanan di piring kita, yang jika seandainya berlebih makanan pada piring kita, berikan ke piring-piring kosong lain saudara kita (40% sampah adalah sisa makanan kita), minimalisir penggunaan plastik hingga 2 atau 3 kali sebelum akhirnya kita buang. Diingatkan bahwa kesibukan dunia ini begitu sementara (sekitar 60th) yang semestinya kita pergunakan untuk sibuk mempersiapkan kehidupan yang lebih lama yaitu alam kubur (ribuan tahun), atau kehidupan selama-lamanya yang mana semoga itu Surga bukan Neraka (milyaran tahun hingga kekal tidak terhingga).

 

Kita terlalu sibuk, namun jangan sampai lupa keluarga yang berisikan anak dan istri di dalamnya mesti kita pimpin dengan sesuai tuntunan agama, ada saudara-saudara kita yang mungkin membutuhkan kita, ada harta orang lain di dalam saldo kita, di mana setiap apa yang ada pada diri kita, bahkan sekedar waktu luang yang kita pergunakan akan ditanya. Tolak semua perbuatan sia-sia apa lagi berdosa, yang mana dari setiap dosa tersebut kita akan menunggu disiksa, bokong kita akan duduk di atas sebuah batu yang panasnya lebih panas dari lava magma isi perut gunung api dunia sambil menunggu siksaan lainnya. Sebaliknya jangan pernah tolak kebenaran, jangan pula pernah meremehkan manusia karena ini sejatinya kesombongan, ujungnya adalah Neraka yang tanpa ujung, jangan tepis hidayah dan sunnah jika itu sudah mendatangimu, lembutkanlah hati kita ketika menerima kala memasukkan hidayah dan kebenaran ke dalam hati kita. Ingatlah bahwa setiap orang mungkin akan didatangi hidayah namun tidak semua bisa menerima dan berjalan dengan hidayah itu, pastikanlah itu bukan kita.

 

Kita terlalu sibuk, namun alihkanlah kesibukan penuh riya’ yang sebenarnya rugi sia-sia itu menjadi berguna, mensyukuri hidayah ini dengan cara ikut terlibat dalam membela agama Allah, ikut terlibat dalam menegakkan agama Allah, dengan mengamalkannya, sabar dan istiqomah di atasnya, mentarbiyah keluarga, mendakwahi rekan, teman, saudara atau sesama, menggunakan harta di jalan yang mendatangkan pahala menjadi bekal perjalanan ke Surga, bekal yang cukup untuk mengajak anak, istri, orang tua serta orang yang kita cintai turut serta, bukan sebaliknya mengajak orang yang kita cintai, anak, istri bahkan orang tua kita, masuk ke dalam Neraka karena ulah perbuatan kita.

 

..Wallahu a’lam..