...

Memahami Takdir

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Misal si fulan ini akan tabrakan, tetapi karena dia banyak silaturahmi maka tidak jadi tabrakan, namun hanya sedikit baret.

Misal si fulan ini sakit DBD, tetapi karena dia banyak sedekah maka hanya batuk pilek.

Misal si fulan ini akan bangkrut usahanya, tetapi karena sebelumnya orang ini sudah melakukan ibadah haji / umroh, maka tidak jadi bangkrut, malah makin besar usaha.

Sulit memahaminya?

Karena sekali lagi Iman terhadap takdir ini membutuhkan ketebalan Iman yang tinggi.

 

*****

 

Berarti “ruwet” sekali yaa, catatan di Lauhul Mahfudz itu, karena dengan misal sedekah, maka satu orang ini akan tidak jadi masuk RS, tidak jadi keluar uang, tidak jadi gesek ATM, tidak jadi merubah saldo, tidak jadi rawat inap, dll. 

 

Definisi “ruwet” disini adalah menurut kita, adapun bagi Allah tidak ada yang ruwet, ini sangat mudah bagi Allah.

 

Dimana jika seluruh ilmu manusia itu ibarat tetesan air pada jari yang dicelupkan ke samudra, maka air di samudra itulah Ilmu Allah ﷻ. Allah tinggal perintahkan Pena untuk mencatat di Lauhul Mahfudz, dan ini tidak sulit bagi Allah, diriwayatkan bahwa jika semua pohon diubah menjadi pena, jika semua air di samudra diubah menjadi tinta, maka tidak akan cukup untuk menulis Takdir Allah di Lauhul Mahfudz (sangat amat luas Lauhul Mahfudz).

 

Di Lauhul Mahfudz itu sangat lengkap tidak ada yang tertinggal dari Tulisan-tulisan Ketetapan Allah, jangankan celaka / bahagianya manusia, bahkan tidak ada satu daun-daun yang gugur, yang tidak tertulis di Lauhul Mahfudz.

 

*****

 

Kalau seandainya saya boleh perumpamakan mungkin kurang lebih seperti demikian :

 

Si fulan akan kecelakaan jam 22.38, dan akan meninggal pada jam 22.39 (namun catatan ini berubah jika orang ini sering bersedekah sebelumnya maka sakit tersebut akan sembuh 3 hari kemudian, pulang kerumah, kerja, dll, dan meninggal karena sakit jantung 1 Januari 2038 jam 04.00).

 

Kalau seandainya saya perumpamakan-pun, maka perumpamaan saya ini pasti salah, karena kebenaran aslinya di Lauhul Mahfudz akan jauh-jauh lebih kompleks, dari apa yang saya perumpamakan diatas.

___

 

Namun, memahami takdir tidak dengan logika sebagaimana kemampuan kita sebagaimana manusia membuat catatan, namun dengan kemampuan Allah ﷻ , dimana logika kita lakukan ketika berhadapan dengan dalil dengan ketetapan Allah.

 

Selain begitu rumitnya pencatatan takdir jika kita manusia membayangkan, dan dimana ini mudah untuk Allah. Allah ingin sampaikan bahwa Allah Maha Mampu atas segala sesuatu yang manusia tidak bisa bahkan bayangkan, dimana catatan yang Allah tetapkan 50.000 tahun sebelum bumi dan langit diciptakan ini, kelak akan dibuka di hadapan manusia, dan dimana akan persis 100% seperti apa yang kita alami. Disini Allah ingin tunjukkan bahwa Allah Penguasa atas seluruh waktu, ilmu Allah tidak berbatas waktu, dimana Allah tau yang akan terjadi 50.000 tahun di masa depan setelahnya.

 

Lantas, apakah diartikan berarti Allah sudah tetapkan semua, lalu kita terikat / pasrah saja dengan ketetapan Allah?

 

Tentu tidak demikian, semua atas kehendak Allah, karena jika Allah berkehendak lain, jika Allah mau, Allah bisa saja ciptakan manusia dan langsung masukkan Surga, Allah ciptakan manusia dan langsung masukkan Neraka, tanpa perlu bersusah-susah menulis catatan di Lauhul Mahfudz, dan menunggu 50.000 tahun, dan seterusnya.

 

Namun, Allah yang Maha Adil, menciptakan manusia secara sempurna termasuk dengan akalnya, yang jika dia baik maka dia akan mulia melebihi Malaikat, manusia akan masuk Surga dimana Malaikat bahkan tidak mampu masuk kedalamnya, yang jika dia buruk maka dia lebih hina dan rendah dari binatang, dari setan, dan dimana tempatnya kelak akan di Neraka.

 

Allah yang bisa saja langsung memasukkan manusia ciptaannya ke Surga atau Neraka, namun dengan segala keadilannya Allah tidak berlaku demikian. Allah bebaskan dia berbuat sesukanya, Allah uji dia didunia, jika dia lulus maka dia masuk Surga, jika gagal dia masuk Neraka, dan terlepas dari itu Allah sudah tau, dan Allah abadikan ke Maha Tau-an Allah itu di dalam ketetapan takdir yang sudah tertulis lengkap, sekali lagi bahkan dimana kehidupan belum dimulai, bumi dan langit belum diciptakan.

 

Kemudian, Allah juga Maha Baik, sebenarnya bisa saja Allah membuat ketetapan takdir tanpa bisa di “Nego”, tanpa bisa diubah, namun Allah sungguh baik, Allah masih sudi merubah takdir (dalam rahim) seseorang yang tadinya celaka menjadi tidak jadi, yang tadinya sakit, tidak jadi, seseorang yang tadinya pendek umurnya, menjadi panjang umurnya.

 

Allah bisa saja tetapkan si fulan misal mati tanggal sekian, namun ketika si fulan  melakukan silaturahmi, Allah menambah umur si fulan, walaupun ini menjadi lebih sulit untuk di catatan Lauhul Mahfudz, tetapi sekali lagi tidak ada yang sulit bagi Allah.

 

Allah bisa saja biarkan seseorang ini yang bebas memilih apa yang dilakukannya di dunia mungkin sakit karena ulahnya, miskin karena ulahnya, celaka karena ulahnya, namun Allah Maha Baik, dimana jika ada yang silaturahmi, sedekah, berdoa dll, Allah panjangkan umurnya, Allah sembuhkan sakitnya, Allah luaskan rizkinya, tentu kalau kita masuk bahas rezeki tidak selalu berbentuk uang, bisa berbentuk pekerjaan halal, bisa kesehatan, bisa anak yang shalih, teman yang shalih, hidayah, dll.

 

Sebaliknya 

 

Allah sungguh Maha Baik, dimana jika misal kita tidak melakukan yang bisa merubah nasib di atas, Allah tidak kurangi umur kita, Allah tidak mencelakakan kita, Allah tidak putus rizki kita. Melainkan tetap sesuai ketetapan takdir kita, dan ini Allah sudah tau dan ini sudah tercatat di Lauhul Mahfudz.

 

 *****

 

Perhatikan hidup kita, jangan jangan kita yang masih sehat, aman, selamat dari celaka, dilimpahi rizki, karena silaturahim kita, sedekah kita, doa-doa kita. (Allah Ubah perbaiki nasib kita)

 

Perhatikan hidup kita, jangan jangan sakit ini, kemalangan ini, susah rizki disini, karena kita jarang silaturahim, sedikit sedekah, jarang berdoa, dll. (Allah tidak merubah nasib kita)

 

Mungkin sebagian kita masih bingung apa itu beda Takdir dan Nasib. Takdir adalah sesuatu yang telah tertulis dan tercatat di Lauhul Mahfudz dan ketika kita didalam rahim ibu kita, adapun Nasib adalah sesuatu yang belum atau akan terjadi. Berhubung karena kita tidak bisa tau dan melihat takdir kita, maka kita tau ketika itu sudah terjadi, maka itulah takdir.

 

Sudah jatuh, sudah rusak, sudah sakit, sudah hilang, maka inilah takdir bagi kita, adapun belum terjadi, masih kita perjuangkan, masih kita ikhtiarkan maka itu nasib, dan berharap kita semua bahwa kita bernasib baik.

 

Jika kita pasrah karena memahami takdir sudah ditetapkan, maka kita menaruh kunci di mobil, rumah dibiarkan tidak digembok, nyebrang tidak lihat kiri kanan, karena toh kalau ditakdirkan buruk ya akan buruk. Tentu memahaminya tidak demikian, melainkan tentu kita memahami dengan mengunci mobil kita, menggembok pagar kita, menyebrang lihat kiri kanan, tentu kita olahraga menjaga kesehatan, tentu kita berdoa, dll, adapun ternyata tetap terjadi hilang, tetap terjadi celaka, maka baru itulah yang disebut takdir, dimana pasti pas persis 100% dengan apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz.

 

*****

 

Allah sungguh Maha Tau, bahkan Allah tau kelak di Neraka akan dihuni mayoritas wanita, Allah tau kelak di Neraka akan lebih banyak orang-orang kaya dibanding orang miskin, Allah tau diantara 73 golongan Islam, golongan yang 1 yang akan langsung masuk Surga, Allah tau bahwa 70.000 umat-Nya dan yang Segenggaman akan lolos tanpa hisab, Allah tau bahwa akan ada 999 dari 1000 Anak Adam yang akan masuk Neraka dimana hanya 1 yang masuk Surga. 

 

Lantas apakah ini Adil? Tentu ini adil karena Allah Maha Adil. Allah menyediakan Surga bagi yang mau, dan untuk masuk Surga tentu tidak mudah, akan ada juga yang harus masuk Neraka terlebih dahulu, bahkan kekal di Neraka.

 

Allah Maha Adil, karena justru tentu tidak adil jika ada manusia yang bertaqwa, ada yang tidak, ada yang shalih ada yang tidak, ada yang tauhid ada yang syirik, ada yang shalat ada yang maksiat, tetapi semuanya masuk Surga.

 

Allah ciptakan Pena, Allah suruh tulis semua ketetapan Allah, Allah ciptakan bumi dan langit, Allah ciptakan semua, lalu Allah ciptakan makhluk-Nya yang paling sempurna langsung dengan kedua Tangan Allah, dan Allah biarkan mereka diuji dengan ujian yang sungguh rumit di didunia, jika lulus maka lebih mulia dari Malaikat dan masuk Surga, jika gagal maka lebih hina dari binatang/setan dan masuk Neraka.

 

Allah Maha Bijak, karena sebelum menjadi manusia, semua dzat ciptaan-Nya ditanya apakah mau diuji di dunia, jika sukses mendapati Surga, jika gagal masuk Neraka, dimana dzat yang kelak menjadi Bintang, Matahari, Gunung-Gunung semua tidak sanggup menerima, adapun kita (yang bodoh) menerima ujian ini dan menjadi manusia.

 

*****

 

Berkaitan dengan Takdir, Allah ingin kita mengimani bahwa Allah Maha Pencipta, Maha Awal, Maha Akhir, Maha Besar, Maha Tau, Maha Berkehendak, Maha Baik, Maha Bijak, Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Pengampun, Maha Kaya dan lainnya.

 

Dengan mengimani Takdir, tambah takutlah kita, karena sesungguhnya kita bodoh, tidak tau apa-apa, dan sungguh kecil dihadapan Allah ﷻ. 

 

Dengan mengimani Takdir, kita berharap dan berdoa, kita bertauhid dan bertawakal, kita mengibadahi Allah, dan lulus diuji diatas dunia ini dan kelak kita masuk Surga, adapun sebaliknya kita masuk ke Neraka yang amat pedih. Dan semua ini, Allah sudah tau dan Allah Maha Berkehendak.

 

Dengan mengimani Takdir, kita jadi tau bahwa dahulu kala, 1400 tahun yang lalu, Allah sudah sampaikan, Rasul telah pahamkan semua “kisi-kisi” tentang dunia, tentang akhirat, apa yang akan terjadi kelak. Dimana dengan memahami “kisi-kisi” tersebut, kita tau harus seperti apa melewati dunia ini, tau menghadapi ujian dunia ini, agar tentunya kita berharap kitalah yang lulus dan masuk Surga.

 

Mengimani yang demikian, tentu susah, sulit, rumit, tergantung ketebalan keimanan seseorang, dimana orang per orang berbeda keimanannya dan inilah sekali lagi keadilan itu. Bagi yang ketebalan imannya tinggi, pandai, cerdas dia, maka selamatlah dia langsung masuk Surga, dimana ada sebagian lagi yang setengah tebal, maka masuk dahulu dia ke Neraka misal 1000 tahun, dimana ada sebagian lagi yang tipis imannya, maka mengakibatkan masuk dahulu dia ke Neraka misal 10.000 tahun, dimana ada lagi sebagian yang tidak beriman dan masuklah dia 1 Triliun tahun atau bahkan kekal kedalam Neraka, dan sekali lagi inilah adil yang seadil adilnya.

 

Jika kita tau, mengerti, paham, dan benar mengimani yang demikian dengan iman yang sangat tebal, maka kita akan menjalani agama ini sebagaimana Para Sahabat dan selamat langsung masuk ke Surga, yang mana ini harapan utama kami, bisa meniti jalan yang lurus, jalan para salaf, jalan Para Sahabat, pemahaman, metode, dan cara beragama yang benar. Adapun Iman manusia bertingkat-tingkat, diriwayatkan ada antara 73-79 tingkatan Iman, dan kesemuanya akan mendapatkan balasan atas keimanannya, dengan yang seadil-adilnya.


 

..Wallahu a’lam..