Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka Ibadah (Maghdhah) maka haruslah persis, dan mirip sebagaimana dituntunkan oleh Allah ﷻ dan Rasulnya ﷺ. Dimana jika ibadah ini baru, berbeda, tidak persis, maka ini adalah bid’ah.
Tetapi, ada sebuah Ibadah (Maghdhah) jika benar-benar persis, justru masuk kepada Ibadah baru, bid’ah, tasyabuh, dan takaluf, ibadah apakah itu? Ibadah itu adalah memiring-miringkan sajadah, arah sujud shalat, agar persis searah dengan arah kiblat.
Sebagaimana dituntunkan oleh Allah dan Rasulnya dan ini yang dipahami oleh Para Sahabat yaitu : “Shalatlah menghadap Ka’bah, jika tidak nampak, maka menghadaplah Masjidil Haram, jika tidak nampak maka menghadaplah Mekkah, jika tidak nampak, maka menghadaplah ke Utara - Selatan, (antara Timur dan Barat).”
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah: 144).
Didapati yang pertama memiring-miringkan arah sujud ini adalah Syiah dimana Syiah tidak ingin shalat menghadap rumah Aisyah, maka dimiring-miringkanlah agar tetap menghadap kiblat tetapi tidak menghadap rumah Aisyah radhiallahu anha.
Didapati memiring-miringkan arah seperti ini adalah tasyabuh kepada Syiah karena Syiah yang pertama melakukan hal baru Bid’ah ini. Didapati memiring-miringkan seperti ini justru dapat takaluf, karena bersusah-susah payah mengarahkan arah shalat agar persis ke arah kiblat padahal kiblat tidak keliahatan. Dimana Allah dan Rasulnya sebagaimana dipahami oleh Para Sahabat jika Ka’bah tidak nampak maka cukuplah mengarah ke Masjidil Haram (tidak persis Ka’bah tidak apa apa), tidak persis tidak apa apa.
Memiring-miringkan agar persis arah Ka’bah ini tentu menyulitkan, dan tidak ada jaminan akan lurus juga dengan Ka’bah. Memiring-miringkan seperti ini juga tidak berguna, ketika Ka’bah yang sisinya kurang lebih 20 meter, dimana misal Masjid Istiqlal panjang safnya 150 meter menghadap lurus ke arah yang sama, dan di miring-miringkan, maka tetap akan ada 130m yang tidak persis menghadap Kab’ah. (Karena panjang sisi kabah hanya 20 meter, sedangkan panjang saf 150 meter). Dimana jika memang mau persis, maka jangan sekedar dimiringkan tetapi sekalian dibuat melengkung antara ujung kiri saf Istiqlal, dan ujung saf kanan Istiqlal, agar benar-benar persis menghadap Ka’bah. Begitupun saf2, saf3, saf4, saf5 dan seterusnya, harus dihitung akurat dan melengkung antara saf ujung kanan dan ujung kiri, agar persis menghadap ke Ka’bah, tentu bukan demikian implementasinya.
Maka memiring-miringkan agar persis ke arah ke Ka’bah, ini tidaklah tepat, memiring-miringkan sampai dengan menghitung derajat posisi matahari diatas Ka’bah pada tanggal tertentu dan dijadikan patokan untuk berubahnya kemiringan arah kiblat ini keliru. Awalnya ini Syubhat Syiah, Bid’ah, mengikutinya Tasyabuh, dan Takaluf dalam beragama, bersusah payah tata cara dalam melakukan ibadah shalat.
Jika, posisi shalat kita melihat Ka’bah maka benar menghadaplah kearahnya, sebagaimana di Masjidil Haram Kiblat dibuat melengkung agar semua menghadap ke Kiblat. Masjidil Haram adalah satu satunya tempat yang Arah Sujud Imam dan Makmumnya bisa berbeda, satu satunya tempat yang memiliki 360 derajat arah sujud yang berbeda. Adapun Kabah tidak terlihat, menghadaplah ke Masjidil Haram, menghadaplah ke Mekkah, menghadaplah ke Saudi, atau menghadaplah kearahnya diantara timur dan barat adalah Kabah.
Jika, posisi kita di Indonesia misal, maka cukuplah mengarah ke arah Saudi, cukuplah mengarah antara barat dan utara, tanpa perlu dimiring miringkan persis sedemikian rupa, apalagi sampai memiringkan sajadah berbeda dari bangunan Masjid, bahkan apalagi sampai membongkar masjid agar dimiringkan sesuai arah Ka’bah ini tentu menyulitkan, merepotkan, takaluf, bid’ah dalam beragama, syubhat, dan malah mengikuti tasyabuh dengan Syiah.
Sedangkan, Allah dan Rasulnya, dan ini yang dipahami oleh Sahabat, tidaklah demikian. Diperjelas lagi dengan contoh nyata ketika arah kiblat difirmankan berubah dari Baitul Maqdis Masjidil Aqsa ke Ka’bah Masjidil Haram, dimana ketika itu sedang dilaksanakan shalat, maka Rasul dan Para Sahabat kala itu yang sedang shalat langsung memutar arah shalatnya ke sisi sebaliknya tanpa mengukur dan memiring miringkan agar persis ke arah Ka’bah di Masjidil Haram, dimana Sahabat pun sami’na wa atho’na tanpa protes, tanpa mengukur-ngukur, tanpa memiring-miringkan dengan derajat tertentu arah matahari tertentu dll. Sahabat yang cerdas dan sudah dijamin Surgapun tidak “kepinteran” ketika sudah berhadapan dengan Dalil.
Diperjelas kemudian, bahwa melencengpun dari arah Ka’bah tidak apa apa, tidaklah harus lurus persis takaluf menghadap Ka’bah, adapun sudah dimiring-miringkan pun tidak ada jaminan akan benar benar lurus menghadap Ka’bah. Adapun agar kemelencengan ini tidak terlalu jauh bedanya, maka ada fatwa yang membatasi bahwa melenceng yang diperbolehkan adalah dibawah 30 derajat dari arah Ka’bah, alias jikapun arah shalat kita melenceng 30derajat dari arah Kiblat yang sebenarnya, ini tidak mengapa.
Jadi, tidak perlu kita memiring-miringkan sajadah kita ketika shalat dirumah, cukuplah ke arah Saudi, Arah Mekkah, Arah Barat, dengan maksimal kemelencengan 30 derajat.
Jadi, tidak perlu kita membongkar Masjid / Musholla dan memiring-miringkan arah shalat, cukuplah mengarah ke Barat, dimana 30 derajat kemelencengan adalah tidak mengapa. Tidak benar bahwa shalat harus benar benar persis menghadap ke Ka’bah, jika Ka’bah tidak terlihat.
Jadi, jika kita shalat di Masjid / Musholla yang sudah miring, tidak perlu kita miring miringkan lagi agar persis ke arah Ka’bah, selama kemiringan / kemelencengannya dibawah kira kira 30 derajat maka tidak mengapa.
Inilah jawaban bahwa Ibadah haruslah persis, jika tidak persis maka Bid’ah, kecuali tata cara menghadap kiblat dalam Ibadah Shalat, dimana jika tidak persis malah tidaklah mengapa, sengaja dipersis persiskan malah syubhat, malah takaluf, malah tasyabuh.
Ingat, bukan arah shalatnya yang persis seperti Syiah, tetapi bagaimana memahami dengan pemahaman Allah ﷻ Rasul ﷺ dan Para Sahabatnya-lah yang harus persis.
..Wallahu a’lam..