Ini adalah kisah nyata dari pengalaman saya.
Saya pernah bekerja disebuah perusahaan besar yang modern dan teknologinya begitu canggih. Absensi, forecast, sales, performance, achievement, update, semua terpampang dilayar TV LED yang besar. Belum lagi teknologi-teknologi yang lain.
Saya pernah juga bekerja disuatu perusahaan besar namun masih konvensional, dimana absensi karyawannya masih “ceklok”, update secara manual, laporannya ditulis dengan kertas, meminta data yang diperlukan harus menghubungi admin, dll.
___
Satu sampai dua pekan saya diperusahaan besar tetapi namun konvensional ini, saya banyak memberikan ide dan masukan, misal : "Absen diganti saja dengan model yang update, belikan saja TV-TV LED kemudian connect dengan system, tampilkan di dinding untuk memudahkan untuk melihat info-info atau update tertentu. (Seperti perusahaan modern tempat saya bekerja sebelumnya)."
Satu sampai dua hari saya tunggu tidak digubris ide super brilian saya. Kemudian singkat cerita, ada seorang senior yang datang kepada saya kemudian berbicara :
“Yang kamu datangi itu ibarat sebuah hutan, yang didalamnya ada pohon-pohon berusia ratusan tahun, yang mana akar-akar pohon itu sudah sedemikian kuat, didalamnya ada harimau, ada gajah, ada elang, ada beruang, ada tikus, ada serangga, dll. Kamu yang ibarat datang dari sebuah perkotaan, tidak bisa merubah hutan itu menjadi yang kamu mau dalam 1-2 hari, 1-2 pekan”
“Ada sejarah waktu yang lama dan panjang sehingga hutan itu menjadi seperti demikian seperti akar-akar pohon yang mengikat begitu hebat, binatang-binatang besar yang begitu kuat yang kamu lihat, dan untuk merubahnya menjadi yang kamu mau, tidak 1-2 hari, 1-2 pekan. Kamu harus kenali dahulu, jenis pohon-pohon itu, mungkin siapkan dahulu lahan baru bagi harimau, gajah, beruang, hewan-hewan dihutan itu, ikut serta dahulu, misal berkontribusi luar biasa dahulu, untuk merubah hutan itu menjadi perkotaan yang kamu mau.”
“Kamu disini baru 1-2 minggu, meeting belum pernah ikut, prestasi belum ada, jasa untuk perusahaan belum ada, jualan belum ada, sales belum ada, pencapaian kamu belum ada, bahkan dikenalipun kamu belum, bagaimana idemu, saranmu, komentarmu mau didengar management?”
“Kalau kamu sudah jualan, sudah berkontribusi untuk perusahaan ini, effort dan nilai kamu sudah dilihat orang, kamu dikenali di management, namamu harum dimanagement, kamu mau ide apa, minta apa saja, pasti kemungkinan besar kamu akan didengar.”
********
Aliran pertama yang menyimpang dari ajaran kebenaran adalah orang-orang yang protes terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan.
Aliran pertama yang menyimpang dari ajaran Nabi Isa alaihissalam, dari ajaran Nasrani, dari ajaran Injil, adalah Protestan, orang-orang ini protes terhadap ketentuan syariat yang ada (waktu itu), dan malah membuat aliran baru yang menyimpang.
Aliran pertama yang menyimpang dari ajaran Islam adalah Khawarij, orang-orang yang protes dan menolak ketentuan pemimpinnya (Ulil Amri), mereka memberi saran, membuat cara baru, pemahaman baru, melawan ketentuan yang sudah ada, dan akhirnya malah cikal bakal lahirnya aliran baru yang menyimpang.
********
Padahal, ada sejarah panjang yang dia tidak tau sebelum dia kenal nasrani, dia tidak kenali, pelajari, yakini dan amalkan, tetapi sudah protes.
Padahal, ada sejarah panjang yang dia tidak tau sebelum dia kenal Islam, dia baru masuk, belum belajar, belum paham, belum mengamalkan, tetapi dia sudah protes, melawan ketentuan dan ketetapan syariat.
Padahal ada sejarah panjang, dahulu mabuk-mabukkan masih dibolehkan, zina masih dibiarkan, riba masih didiamkan. Padahal ada yang namanya proses, dimana kemudian barulah mabuk diharamkan, zina dilarang, riba tidak diperbolehkan. Karena sekali lagi, ada proses dalam ketentuan dan ketetapan syariat yang dijalankan.
Hati-hati terhadap paham “protestanisme” sebagaimana demikian, belum apa-apa sudah protes, padahal belum mengerti, belum paham, belum belajar, belum berkontribusi apa apa terhadap agama, namun sudah protes.
********
Agama dan syariat ini sudah ada ketetapan dan ketentuannya, dan bagi yang sudah belajar, pasti familiar dengan fiqh dakwah, dimana dakwah itu disesuaikan dengan level penerimanya, misal rendah, sedang, tinggi, misal kepada awam, thulab, atau kepada orang-orang alim.
Kepada orang yang awam, bahkan zikir disyariatkan untuk diajarkan dengan keras keras, adapun untuk para Alim zikir ini berbisik, basah bibir dan hati mereka dengan zikir, tanpa perlu dilafadzkan keras keras
Kepada yang awam, contoh diri kita, kita dengar dan dapati contoh Abu Bakar bersedekah dengan seluruh hartanya, Umar dengan separuh Hartanya, kita yang awam ini tau, karena tentunya Abu Bakar dan Umar bersedekah dengan terang terangan. Adapun bagi mereka yang Alim, tidak terganggu niat mereka dalam ibadah terlepas dari dilihat manusia atau tidak, dimana tentu para Alim ini banyak juga amal dan ibadahnya, sedekahnya yang mungkin kita tidak tau (sembunyi-sembunyi). Sekali lagi ini contoh fiqh dakwah.
___
Didalam cabang ilmu yang lain, pernah dengar istilah syariat, hakikat, tarikat, marifat?
Saya jelaskan singkat.
Kalau level syariat, ada pengamen dijalanan, maka musik haram, tidak boleh memberi uang kepada pengamen.
Kalau level hakikat, orang pada level ini tau bahwa pengamen ini hakikatnya karena pemusik, atau karena lapar. Dimana ketika ngamen disini ditempuh karena tidak kuat menahan lapar, tidak ada pilihan lain, dari pada meminta minta, maka kepada yang demikian kita harus menolongnya, bukan sekedar memberi recehan, tetapi belikan mereka makanan.
Kalau level tariqat, ini bukan sekedar orang secara personal, tetapi ada sekelompok orang yang sudah pada level ini, sehingga mereka memandang sesuatu bukan hanya dari sisi syariat, namun juga hakikatnya.
Kalau level makrifat. Misal ada orang yang minta tolong kepada kita, pinjam uang kepada kita, minta bantuan kepada kita, kita berfikir, kenapa saya? kemana saudaranya? kemana keluarganya? Kenapa minta bantuan ke saya?
Orang pada level makrifat, sebaliknya akan berfikir, kenapa orang ini meminta tolong kepada saya, pinjam kepada saya, minta bantuan kepada saya, karena dia sudah coba kemana mana, tidak ada saudara, keluarga, tetangga yang membantunya, tidak ada lagi yang menolongnya, karena itulah orang ini datang kepada saya, diantara sekian banyak orang, sayalah yang berkesempatan menolong orang ini.
Ini adalah contoh, bahwa ada level yang berbeda diantara sekalian kita, ada yang awam, thulab, alim, ada yang syariat, hakikat, bahkan makrifat.
Jadi, kita pelajari dulu, mengerti dahulu, paham dahulu, berkontribusi dahulu, baru kemudian apa apa yang kita rasa tidak sesuai, masih rendah, masih kurang baik, kita berkontribusi memperbaiki, kita memberikan solusi.
********
Albert Einstein, ahli fisika, ahli matematika, disebuah kelas, menulis dipapan tulis, didepan para murid muridnya.
9 x 1 = 9
9 x 2 = 18
9 x 3 = 27
9 x 4 = 36
9 x 5 = 45
9 x 6 = 54
9 x 7 = 63
9 x 8 = 72
9 x 9 = 81
9 x 10 = 91
Seluruh muridnya terbahak bahak menertawai gurunya dimana 9 x 10 = 90 bukan 91, masa begitu saja salah. Yang kemudian di jawab oleh Albert Einstein :
“Inilah fakta, bahwa saya berhasil menganalisa dan memecahkan sembilan masalah namun tidak ada yang memuji saja, tetapi ketika melihat satu hal yang menurutnya salah, semua orang mempermasalahkannya.”
Seketika murid-murid dikelas tersebut terdiam. Mereka, murid-murid yang baru belajar ini, mereka merasa lebih tau dari gurunya, padahal gurunya dalam hal ini tentu lebih tau dan hanyalah sekedar berpura pura tidak tau, untuk mengajarkan dan memahamkan murid muridnya tentang fakta yang menyedihkan ini.
********
Jika dilihat keatas, mungkin ada tulisan saya yang keliru (typo), sebagian mungkin akan memahami “nulis gitu aja typo”, mengkoreksi tulisan saya, protes. Tetapi sebagian lagi mungkin bisa mengambil manfaat dari tulisan yang saya buat dengan beberapa typo ini.
..Wallahu a’lam..