...

Tauhid #1

Artikel - 1 month ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Tauhid #1

 

Tauhid adalah :

Meyakini bahwa kebenaran (pemahaman yang benar) dalam agama ini hanya ada satu, menjadikannya (hanya ada) satu.

Menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai satu-satunya landasan dengan satu pemahaman yaitu sesuai dengan pengajaran Rasul yang dipahami (pemahaman) sahabat.

____

Seseorang yang bertauhid dengan benar, wajib mampu menerima seluruh Dalil baik Al-Quran dan Hadits menurut pemahaman sahabat, dan mampu membuang seluruh Dalil baik Al-Quran dan Hadits selain yang dipahami sahabat.

 

Dalil = Perempuan memberi minum anjing.

Dalil = Sedekah berbuah 70x lipat.

Dalil = Hadits kartu bitokoh.

Dalil = Dunia ini bangkai kambing,

(dan lain lain).

 

Tauhid itu harus dan wajib menerima dalil dengan prinsip “sami’na wa’atho’na”, saya mendengar dan saya taat. Sebaliknya jika tidak maka tidak bertauhid.

Kemudian memahami bahwa Tauhid yang dimaksud dengan benar (haq), harus mencakupi 3 hal (kategori) yaitu :

1. Rububiyah (Tauhid Atas Ke Bawah)

2. Uluhiyah (Tauhid Bawah Ke Atas / Ibadah)

3. Asma Wa Sifat (Tauhid Nama / Sifat Allah)

***********************

 

Highlight #1 

Perselisihan (khilafiyah) dalam hal Aqidah, yaitu keberadaan Allah (Bab Rububiyah), yang mana sebenarnya di dalam ranah ini (Aqidah) perselisihan (khilafiyah) tidak diperbolehkan, tidak seharusnya terjadi, yang mana salah / keliru memahami hal ini, berbeda, maka sama dengan tidak bertauhid, tersesat, bisa menyebabkan seseorang kufur, atau keluar dari Islam.

 

A. Pemahaman Allah Beristiwa Di Atas Arsy

Dari landasan Dalil :

“Allah ber-istiwa Di Atas Arsy”

1. As Sajdah 4, Yunus 3, Al Hadid 4, dan sebagainya dimana ada sekitar 7 ayat sejenis.

2. Hadits Jarir (Budak). Dimana Allah? Diatas (Arsy), Siapakah Aku? (Meyakini) Engkau utusan Allah. (Bukhari, Muslim, dsb).

3. Hadits Haji Wada’. Rasul shallalalhu alaihi wasallam memberi isyarat (keberadaan Allah) dengan menunjuk kelangit. (Bukhari Muslim, dsb).

4. Hadits Nabi Berdoa mengadahkan tangannya ke atas, Isyarat telunjuk pada saat doa khutbah jumat. (Bukhari, Muslim, dsb).

5. Al Isra’ 1. Dalil Isra’ Mi’raj, perjalanan Nabi Isra’ dan Mi’raj. An Najm 13-18. Dalil Isra’ Mi’raj, perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha (bertemu Allah).

_____

 

B. Pemahaman Allah Di Mana-Mana

Dari landasan Dalil :

1. Qaff 16 (Urat Leher).

2. Al-Waqi’ah (Allah itu Dekat).

3. Al-Hadid 3 (Maha Awal dan Akhir).

4. Hadits Nabi : Tidak ada apapun diatas dan dibawah Allah. (Hadits Muslim)

5. Al-Ikhlas 2 (Allah dibutuhkan, Mahfum Mukhalafah Allah tidak butuh Arsy, tidak butuh apapun).

6. Al-Imran 97 (Allah tidak membutuhkan sesuatu apapun).

7. Hadits larangan meludah kearah depan ketika shalat, karena sesungguhnya Allah sedang (berada) dihadapannya. (Bukhari, Muslim, dsb).

8. Al-Mujadilah 7 (Diantara 3,4,5 orang, ada Allah disitu).

9. As-Syura 11 (Allah tidak serupa apapun / tidak serupa makhluk/ tidak butuh tempat, tidak butuh sesuatu).

 

Kesimpulan :

Diantara 2 perbedaan tentang keberadaan Allah (Rububiyah). Hendaknya kita mengambil dan memahami sebagaimana pemahaman sahabat (salaf) di mana mereka memahami ini sebagaimana apa adanya tanpa ditafsirkan lain. Hal ini dijelaskan oleh Imam Malik, yang mana pemahaman generasi salaf merujuk dari sahabat adalah :

اللهُ فِي السَّمَاءِ وَعِلْمُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ لَا يَخْلُو مِنْهُ شَيْءٌ

“Allah berada di atas langit dan ilmu-Nya di seluruh tempat, tidak ada sesuatu yang kosong dari ilmu-Nya“. (Riwayat Abdullah bin Imam Ahmad di dalam kitab as-Sunnah; dan lain-lain; dengan sanad shahih sampai ke Imam Malik. Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 140, no. 130).

 

Allah ber-Istiwa di atas Arsy adapun ilmu Allah yang berada diseluruh tempat.

Imam Malik pernah menjawab, ketika beliau ditanya seseorang tentang hal ini. Beliau menjawab:

اْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ

“Kata Istiwa’ itu telah kita pahami. Akan tetapi, bagaimana caranya tidak kita ketahui. Mengimani hal ini adalah wajib, tetapi mempersoalkannya adalah bid’ah“.

“Pertanyaan dan Menjawab tentang keberadaan Allah di luar pemahaman para Sahabat adalah batil, ini merupakan perkataan golongan bid’ah (baru) dari aliran Jahmiyah dan Mu’tazilah serta aliran lain yang sejalan dengan mereka”’.

 

*******************************

 

Highlight #2 

Perselisihan mengatakan Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma Wa Sifat dikatakan sebagai Aqidah Tri Tauhid, yang sama dengan Aqidah Nashrani yaitu Aqidah Trinitas, dan juga sering disebut-sebut sebagai Aqidah “Wahabi”, Aqidah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab. Bukan Aqidah Ahlussunnah, Aqidah Salaf, ataupun Aqidah Sahabat.

Penjelasan tentang ini :

 

A. Aqidah Trinitas

Ketika dilakukan pengujian secara ilmiah, argumentasi aqidah Trinitas Nashrani (Tuhan Bapa, Tuhan Yesus, Tuhan Kudus) didapati cacat argumentasi dan tidak ilmiah, tidak bisa dibuktikan ilmiah.

Misal : Tanggal 24 Desember Tuhan dikeyakinan Nasrani hanya 2 karena Yesus belum lahir (25 Desember).

Misal : Lemahnya Dzat Tuhan pernah mati, menjadi bangkai, dimana ini tidak memenuhi kaidah logis.

Misal : Yesus berubah menjadi manusia untuk menebus dosa manusia, di saat yang bersamaan Yesus tidak berubah menjadi Iblis (Setan) untuk menebus dosa Iblis.

_____

 

B. Aqidah Tri Tauhid

(Rububiyah, Uluhiyah, Asma Wa Sifat)

Ketika dilakukan pengujian secara ilmiah, argumentasi aqidah Tri Tauhid (Rububiyah, Uluhiyah, Asma Wa Sifat), didapati sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, didapati sesuai dengan aqidah sebagaimana pemahaman sahabat, tidak mencederai hakikat tauhid, dan pemahaman demikian adalah kaidah pemahaman yang (semakin) memudahkan aqidah para sahabat tentang tauhid.

Aqidah Tri Tauhid ini, atau menjadikan satu untuk ketiga kategori ini didalam kaidah ilmu disebut dengan Istiqra’ (kaidah yang memudahkan) semisal, kaidah penyederhanaan Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Wudhu, Rukun Shalat, dsb.

Istiqra' sendiri adalah kaidah ilmu, merupakan metode pemikiran yang bertolak dari yang khusus menuju yang umum. Istiqra’ sendiri didapati ada 3 jenis yaitu :

1. Istiqra' tam : Cara berpikir induktif yang dimulai dari kaidah khusus untuk menentukan hukum umum. Istiqra' tam biasanya digunakan dalam penelitian natural sciences.

2. Istiqra' ma'nawi : Upaya pemahaman terhadap nash dengan memanfaatkan kolektivitas dalil dari berbagai bentuknya.

3. Istiqra' masyhur : Sering digunakan dalam kajian ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu agama.

______

 

Syaikh Ali Hasan Al Halabi, beliau pernah di tuduh dengan tuduhan keji Murjiah’ (namun insya Allah ini adalah fitnah dari pembenci) pernah mengatakan :

“Pembagian yang disyaratkan tersebut kedudukannya seperti pembagian para pakar ilmu Nahwu terhadap kata dalam bahasa Arab menjadi isim (nama), fi’il (kata kerja) dan harf (imbuhan). Apakah yang demikian itu suatu hal tercela, padahal sesuai dengan kenyataan dan hakekat perkaranya. Pembagian Tauhid menjadi 3 disini adalah pembagian yang Haq, bukan seperti Trinitas.”

_____

 

Kemudian, Syaikh Bakr Abu Zaid dalam risalahnya “At-Tahdzir” halaman 30 berkisar pembagian tauhid. Kata beliau :

“Pembagian ini adalah hasil istiqra (telaah) para ulama Salaf terdahulu seperti yang diisyaratakan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnul Qayim. Begitu pula Syaikh Zabidi dalam “Taaj Al-Aruus” dan Syaikh Syanqithi dalam “Adhwa Al-Bayaan” dan yang lainnya Rahimahullahu Ta’ala.

 

“Ini adalah hasil telaah yang paripurna dari nash-nash syar’i , seperti yang dikenal dalam setiap bidang ilmu. Seperti hasil tela’ah pakar ilmu Nahwu terhadap bahasa Arab menjadi : isim, fi’il dan harf. Dan orang-orang Arab tidak mencela dan melecehkan para pakar Nahwu tersebut terhadap hasil tela’ahnya”.

_____

 

Kemudian, berkata Syaikh Al-Baijuri dalam “Syarh Jauharah At-Tauhid” halaman 97.

Firman Allah ; الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ‘ (Alhamdulillahir Rabbil ‘Alamiin’), mengisyaratkan pada pengakuan ‘Tauhid Rububiyah, yang konsekuensinya adalah pengakuan terhadap Tauhid Uluhiyah, adapun konsekuensi Tauhid Uluhiyah adalah terlaksananya Ubudiyah. Hal ini menjadi kewajiban pertama bagi seorang hamba untuk mengenal Allah Yang Maha Suci. Kata beliau selanjutnya : “Kebanyakan surat-surat Al Qur’an dan ayat-ayatnya mengandung macam-macam tauhid ini, bahkan Al Qur’an dari awal hingga akhir menerangkan dan mengejawantahkan (menjelaskan)”.

 

Kami katakan : “Sesungguhnya pembagian tauhid menjadi tiga ini, di kandung dalam banyak surat di dalam Al Qur’an Al Karim. Yang paling tampak serta paling jelas adalah dalam dua surat, yaitu Al Fatihah dan An Naas (ilahin nas) (Allah sebagai sembahan manusia), di mana keduanya adalah pembuka dan penutup al-Qur’an (Dan kemudian ada juga dikuatkan di dalam surat Al Ikhlas dan Maryam 65).

 

Oleh karena itu, firman-Nya Yang Maha Suci ;الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (‘Alhamdulillahir Rabbil ‘Alamiin’), mengandung pengukuhan akan ke-rububiyah-an Allah Jalla wa Alaa terhadap seluruh makhluk-Nya, dan firman-Nya Yang Maha Suci : الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (‘ar-Rahmanir Rahiim Maliki Yaumid Diin’) di sini mengandung pengukuhan terhadap sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi dan nama-nama-Nya Yang Maha Mulia, sedangkan firman-Nya Yang Maha Suci :إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (‘Iyaaka Na’budu Wa Iyaaka Nasta’iin’) di sana mengandung pengukuhan ke-ubudiyah-an seluruh makhluk kepada-Nya dan ke-uluhiyah-an Allah atas mereka.

_____

 

Kemudian berkata Imam Ibnu Athiyah (wafat ; 546H) dalam kitabnya Al-Muharrar Al-Wajiiz, juz I, hal.75. Firman-Nya : إِيَّاكَ نَعْبُدُ (‘Iyaaka Na’budu’) adalah ucapan seorang yang beriman kepada-Nya yang menunjukkan pengakuan terhadap ke-rububiyah-an Allah, mengingat kebanyakan manusia beribadah kepada selain-Nya yang berupa berhala-berhala dan lain sebagainya”.

_____

 

Kesimpulan :

Pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut adalah pembagian secara ilmu dan merupakan hasil tela’ah seperti yang dikenal dalam kaidah keilmuan. Pemahaman ini adalah pemahaman para generasi salaf, para Imam generasi salaf, bukan pemahaman “Wahabi”, ini adalah tuduhan yang keji kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mana sebenarnya beliau merujuk kepada aqidah dan pemahaman generasi salaf. Barangsiapa yang mengingkarinya berarti tidak ber-tafaquh terhadap Kitab Allah, tidak mengetahui kedudukan Allah, mengetahui sebagian dan tidak mengetahui sebagian yang lainnya. Allah pemberi petunjuk ke jalan nan lurus kepada siapa yang Dia kehendaki.

____

Pemahaman Aqidah Tri Tauhid, ada didapati pengukuhannya dalam dalil-dalil dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah. Sedangkan Aqidah Trinitas (3 Tuhan) didapati bertolak belakang dari dalil- dalil baik di Injil maupun Al Quran, dan bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah.

 

*************************

 

Highlight #3 

Tidak memahami Tauhid dibagi 3 berarti sama seperti menolak Rukun Islam ada 5, Rukun Iman 6, Rukun Takdir, Rukun Wudhu, Rukun Shalat, yang mana juga diambil dari kaidah yang sama yaitu Istiqra’. Bisa diartikan pula :

1. Tidak mengakui keilmuan Ulama Salaf

2. Tidak memahami ilmu Nahwu

3. Tidak mengerti Kaidah Istiqra

4. Tidak Bertauhid ->Komponen Tauhid ada 3

5. Bodoh, Ikut Ikutan, Salah Ngaji, Sesat, Hawa Nafsu, terkena tipuan (Talbis Iblis).

_____

 

Berbagai penyebab Kaum Muslimin tidak memahami / tidak bertauhid / keliru dalam tauhid, adalah karena :

1. Tidak Paham Bahasa Arab

2. Tidak Paham Ilmu Nahwu

(Ilmu Nahwu adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa Arab, termasuk struktur kalimat, letak kata, dan keadaan kata)

3. Tidak Tsiqoh kepada Ulama Salaf.

4. Tidak Bersanad Ilmunya / Tidak Punya Guru.

5. Salah Ajaran Gurunya / Salah Sanad (Salah Memahami Tafsir/Arti Al Quran).

 

*************************

 

Highlight #4 

Bahayanya keliru dalam mempelajari, mengartikan sendiri, memahami sendiri Dalil-Dalil Al Quran dan As Sunnah (Hadits), atau belajar dari sumber ilmu yang keluar dari pemahaman salaf :

Contoh : Al Hijr : 99

‎وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنࣖ

Arti setelah diterjemahkan bebas :

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu (yang diyakini) kematian (ajal).

Dipahami :

1. Sembahlah Rabbmu sampai yakin ❌

Ini dipahami sebagian saudara kita Kaum Muslimin yang merujuk kepada pemahaman Kaum Sufi dan Ilmu Kalam. Dimana dipahami cukuplah sembah/ibadah (shalat / puasa / dsb) sampai yakin. Adapun sudah yakin maka sudah cukup, sebagai batasan dimana tidak perlu (tidak wajib) lagi beribadah.

_

2. Sembahlah Rabbmu sampai mati ❌

Ini dipahami sebagian saudara kita Kaum Muslimin beberapa diantaranya bahkan yang (merasa / mengaku) belajar sunnah, salafi, ahlussunah, tetapi tidak mengambil pemahaman sebagaimana generasi salaf, melainkan dipahami sendiri dengan berbeda yaitu : terus- menerus ibadah sampai mati / ajal, sampai datang kematian (Al Yakin). Padahal di dalam hidup ada perbuatan lain selain hanya menyembah, ibadah, shalat, puasa, dsb, melainkan adanya muamalah.

_

3. Sembahlah Rabbmu sampai dengan yakin hingga mati ✔️

Inilah arti, tafsir, dan pemahaman yang benar, sebagaimana ini yang dipahami para salaf (para sahabat), yaitu : Penyembahan kepada Allah dengan Al Yakin (Bahasa) yaitu keyakinan Tauhid yang benar, perintah Ibadah yang khusyu, dan sungguh-sungguh, perintah Muamalah yang halal, dalam rangka mencari ridha Allah, dalam rangka akhirat, dan dilakukan dengan penuh keistiqomahan hingga datang Al Yakin (Makna), yaitu mati, ajal, maut.

Makna “Sembah” di sini bukan hanya ibadah atau shalat, melainkan semua bentuk penyembahan, melainkan semua ibadah, ataupun muamalah, baik lughawi dan maknawi, baik bahasa ataupun istilah, baik maghdah ataupun ghairu maghdah.

Tauhid yang paling mendasar adalah memahami konektivitas antara yakin Rububiyah, yakin Asma Wa Sifat, dan kemudian diimplementasikan dengan keyakinan terhadap akhirat, tulus, ikhlas, ittiba, khusyu, sungguh-sungguh, ketika melaksanakan Tauhid Uluhiyah (Ibadah).

 

************************

 

Highlight #5 

Ditebalkan bahwa, adalah merupakan ketetapan Allah, kehendak Allah, Kauniyah Allah, Sunnatullah, bahwa akan ada khilafiyah (baik Aqidah maupun Fiqh) di dalam Islam. Islam dikehendaki Allah akan terpecah menjadi 73 pemahaman (Abu Dawud, Tirmizi, Ahmad, dsb).

_

Ditebalkan bahwa, akan berlawanan dengan kehendak Allah, jika kita melakukan pentarjihan, memaksakan, bahwa ini adalah yang paling benar dihadapan umat yang memang dikehendaki terpecah menjadi 73 golongan (pemahaman). Dihadapan saudara Muslim lainnya tidak perlu dipaksakan, didebat, kecuali dalam konteks yang ilmiah.

_

Ditebalkan bahwa, sebagaimana dicontohkan dan ini pemahaman sahabat, pemahaman salaf untuk sibuk mencari tahu / mempelajari golongan yang 1, yang benar, bukan sibuk mempelajari semua golongan. Ditebalkan bahwa sangat dimungkinkan untuk mencari kebenaran itu sendiri, yang rajih, yaitu dengan mengikuti pemahaman sahabat, pemahaman salaf.

_

Ditebalkan bahwa, haruslah kita memiliki pemahaman yang presisi (paling mendekati kebenaran) yang diyakini paling benar, pemahaman yang menyeluruh dan objektif, pemahaman yang mengakomodir semua perspektif arti dan tafsir baik secara lughawi, maknawi, bahasa, redaksi, maupun istilah.

Misal disini :

(Mengetahui arti dan makna yang sebenarnya)

Sembah -> Shalat, Ibadah, Doa, dsb.

Al Yakin ->Arti : Iman, Tauhid, Maut, dsb.

Shalat -> Shalat, Ibadah, Doa, dsb.

Bid’ah -> Ibadah baru, Aqidah baru, pemikiran baru, perihal ibadah baru, perihal dunia baru, dsb.

_

Ditebalkan bahwa, kita seharusnya memiliki pemahaman haq yang di dapat dari sumber-sumber ilmu, atau guru-guru yang bersanad, yang murni bersambung sampai kepada sahabat, generasi salaf. Senantiasa merasa penuh kebersyukuran jika mampu mendapati pemahaman yang demikian, menjaganya dengan mengamalkannya dan mendakwahkannya. Adapun pada perjalanannya secara manusiawi (keterbatasan / tidak sengaja) akan ada distorsi atau menemui perbedaan, atau khilafiyah, ini merupakan ketetapan Allah (agar kita belajar/berusaha) dan kemudian mengambil jalan, mengambil dari pemahaman sahabat, pemahaman salaf.

(Bersambung)

 

Penjelasan : Aqidah Dan Tauhid

Syarah dan Taqhiq oleh : Abu Abdullah Abdurahman

 

..Wallahu a’lam..