Saya pernah bertemu dengan seseorang yang saya tau persis kelakuannya seperti apa, (baca : buruk), sering korup, sering maling, sering nyuri, makan riba, meminum khamr, berzina, berbohong, menipu, berpura-pura, penjilat, dll.
Sesaat setelah shalat Maghrib berjamaah selesai, saya keluar, dia masuk, ingin melakukan shalat Maghrib (walaupun telat). Walaupun saya tau model manusia yang seperti ini ada, tetap terlintas saya berfikir, orang ini “pendosa”… pendosa berat, tetapi kenapa orang ini (tetap) shalat, bukankah kalau dia shalat harusnya dia tau bahwa Allah melihat dia, bukankah dia tau kalau perbuatan-perbuatannya itu dilarang Tuhannya, bukankah dia tau bahwa dosa-dosanya itu disaksikan Tuhannya?
*******
Manusia “model” ini memang ada,
Ada 2 (dua) model manusia :
1. Pendosa, namun shalat (Ibadah)
2. Baik, namun tidak shalat (Ibadah)
Ada 2 (dua) model lagi sebenarnya :
1. Pendosa, tidak shalat (Ibadah)
2. Baik, dan juga shalat (Ibadah)
___
Saya skip 2 (dua) model manusia yang dibawah, karena sudah lebih jelas, dia pendosa dan tidak shalatnya, dia baik dan dia shalat ibadahnya.
Kita bahas 2 (dua) model manusia awal diatas yang lebih absurd.
1. Seseorang yang dipenuhi dosa-dosa namun tetap shalat, dikepalanya berfikir bahwa shalat adalah kewajiban, terlepas dari baik dan buruk hidupnya, shalat adalah wajib, seperti halnya bernafas, makan, minum, dll. Jadi bagaimanapun baik buruk hidupnya, shalat ya tetap shalat karena ini adalah kewajiban / harus.
2. Seseorang yang baik, namun tidak shalat, dikepalanya berfikir bahwa kebaikan adalah keharusan, dimana dalam hidup tidak boleh korupsi, zina, dll dimana ini merugikan, buruk bagi kehidupannya, dan buruk bagi orang-orang disekitarnya. Adapun perihal ibadah, ini privasi, ini urusannya dengan Tuhannya. Ibadah atau tidak Ibadah itu “urusan saya” dengan Tuhan saya, sedangkan menjadi orang baik dan tidak merugikan orang lain adalah keharusan, “urusan saya terhadap kamu” (sesama manusia / lingkungannya)
___
Kalau ditimbang secara Aqidah, 2 (dua) model manusia ini sama-sama bermasalah, cacat, dan sesat.
1. Shalat / ibadah, adalah bentuk komunikasi vertikal kita dengan Allah, dimana tidak shalat / ibadah, maka termasuk kedzoliman terhadap Allah.
2. Berbuat baik, adalah bentuk komunikasi horizontal kita dengan sesama makhluk, dimana tidak baik, berbuat buruk, jahat, curang dll, maka termasuk kedzoliman terhadap sesama Manusia.
Shalat / Ibadah (Vertikal)
Berbuat baik ke sesama (Horizontal)
Keduanya adalah perintah yang datang dari Allah, maka sangat aneh jika tidak melakukan salah satunya, karena keduanya adalah kedzoliman. Tidak melakukan salah satunya ya termasuk kedzoliman, Aneh jika melakukan salah satunya saja, sedangkan salah satunya lagi tidak dilakukan.
Kedzoliman, baik itu Vertikal maupun Horizontal, keduanya adalah Haram, bagaimana mungkin kita shalat tapi paralel juga kita korupsi, makan riba, berzina, dll. Sebaliknya bagaimana kita mau baik, sopan, terpuji kepada sesama manusia, sedangkan bangkang, durhaka, dzolim kepada Tuhannya?
___
Lanjut, melihat dari sisi Fiqh.
Saya singgung sedikit tentang kaidah Fiqh, tentang dosa syetan yang menolak perintah Allah (sujud kepada Adam), berbuah hukuman kekal di Neraka, sedangkan dosa Adam melanggar larangan Allah (makan buah khuldi), berbuah hukuman tidak kekal, kelak tetap masuk Surga. Maka keluarlah kaidah Fiqh :
“Dosa menolak perintah (Allah) jauh lebih berat daripada dosa melanggar larangan (Allah). Dosa tidak melakukan perintah shalat/ibadah, jauh lebih berat daripada dosa melanggar larangan (riba, zina, korupsi, judi, khamr, dll)”
_
Dari sisi Fiqh, berarti orang yang shalat namun tetap berbuat dosa, jauh lebih baik dari pada orang yang baik, namun tidak shalat?
Al Jawab —> TIDAK DEMIKIAN
Shalat dan berbuat buruk
Tidak shalat tetapi berbuat baik
Al Jawab —> SAMA SAJA
_
Kenapa? … Karena :
1. Kaidah Fiqh diatas tidak sepernuhnya tepat, karena konteks disini adalah Syetan : Manusia terhadap Allah. // Syetan menolak perintah : Adam melanggar makan khuldi, terhadap Allah. // Sedangkan konteks Fiqh shalat, tapi bermaksiat : Tidak shalat, tapi baik, konteksnya adalah Manusia : Manusia terhadap Allah.
Saya perjelas lagi , kaidah Fiqh
-> Setan : Manusia terhadap Allah, tentu tidak sama dengan -> Manusia : Manusia terhadap Allah.
Tidak sama pula, kaidah Fiqh -> manusia terhadap manusia : manusia terhadap Allah.
2. Perspektif atau sudut pandang terhadap dosa disini bukanlah kita sebagai Allah melihat dosa Syetan (menolak perintah sujud), dibanding dosa Adam (melanggar larangan khuldi). Melainkan perspektif atau sudut pandang terhadap dosa disini yang tepat adalah, dimana kita sebagai manusia yang melakukan dosa menolak perintah (tidak shalat = masuk neraka), dan kita sebagai manusia yang melakukan dosa melanggar larangan (riba, khamr, zina, dll = masuk neraka) juga.
Dimana, kaidah Fiqh yang tepat disini adalah :
“Shalat, tetapi berbuat buruk = Masuk Neraka”
“Tidak shalat, tetapi baik = Masuk Neraka (juga)”
Pembedanya dari sama-sama masuk neraka disini adalah -> asbab tidak shalat/ibadahnya, dzolim terhadap Allah (Vertikal) dia masuk kedalam neraka, atau -> asbab tidak baiknya dia, dzolim terhadap Manusia (Horizontal) dia masuk juga kedalam neraka.
Al Jawab —> SAMA SAJA
Kedua model manusia ini, SAMA SAJA. Tidak ada yang lebih baik, karena kedua-duanya disini baik itu menolak ibadah (Vertikal) atau melanggar larangan (Horizontal), keduanya adalah bentuk perlawanan/bangkang kepada Allah yang diancam Neraka.
_
Lanjut
3. Pertegasan dari penjelasan sebelumnya poin 1, dan 2, dimana pemahaman kaidah fiqh diawal kurang tepat, adalah dimana Syetan diatas kekal didalam neraka, sedangkan Adam tidak kekal. Bagaimana kaidah ini mau dipakai kepada konteks, seseorang yang tidak shalat masuk neraka tidak kekal, dan seseorang yang melanggar larangan riba, zina, khmr, dll yang juga masuk neraka tidak kekal?
Maka kaidah fiqh :
“Dosa menolak perintah (Allah) jauh lebih berat daripada dosa melanggar larangan (Allah). Dosa tidak melakukan perintah shalat/ibadah, jauh lebih berat daripada dosa melanggar larangan (riba, zina, korupsi, judi, khamr, dll)”
Berlandaskan Dosa Syetan dan Adam tadi, kurang tepat dalam kasus/konteks ini. Adapun yang tepat adalah :
Kedua model manusia ini -> SAMA SAJA. Tidak ada yang lebih baik, karena kedua duanya disini baik itu menolak ibadah (Vertikal) atau melanggar larangan (Horizontal), keduanya adalah bentuk perlawanan kepada Allah yang diancam Neraka.
Al Jawab —> SAMA SAJA
Tidak ada yang lebih baik,
Tidak ada yang lebih buruk,
Dari kedua model manusia ini.
Orang yang baik, tetapi tidak shalat/ibadah
Orang yg buruk, tetapi shalat/ibadah
Sama-sama tidak baik
Sama-sama buruk
Al Jawab —> SAMA SAJA
_
Belum selesai, lanjut..
4. Kekalnya Syetan di Neraka (Menolak Perintah), dan tidak kekalnya hukuman Adam (Melanggar Larangan), bukanlah satu satunya alasan. Melainkan Syetan secara Kodrat dan Takdir (harus diyakini secara Aqidah) memang diciptakan kesemuanya untuk kekal di Neraka, menggoda manusia, dan berderajat pasti lebih rendah dari manusia. Adapun Adam (Manusia) secara Kodrat dan Takdir (harus diyakini secara Aqidah) tidak pasti kekal di neraka, sebagai objek yang diganggu/digoda syetan, bisa jadi berderajat rendah bersama setan di neraka, bisa jadi lebih tinggi dibanding malaikat, masuk ke surga.
_
Sedikit lagi
5. Sekali lagi kita bukanlah Allah, yang dalam posisi, perspektif, sudut pandang Allah yang berhak memasukkan setan kekal ke Neraka karena dosanya, dan Adam tidak kekal karena dosanya. Kita berada pada posisi, perspektif, dan sudut pandang sebagai manusia terhadap Allah, dimana tidak shalat berdosa masuk neraka, dan riba judi khamr juga masuk neraka.
___
Akan sangat salah, cacat, sesat, jika seseorang berfikir bahwa yang penting saya shalat, walaupun saya riba, berzina, meminum khamr, dll. Lebih buruk dia kok yang baik tapi tidak shalat / tidak ibadah. Karena pemahaman Aqidah dan kaidah Fiqh dan keliru. Tidak apa apa kok saya masih dosa yang penting kewajiban shalat tetap dilakukan, ini salah kaprah level parah.
******
Nah, sebentar lagi bulan puasa,
Akan sangat banyak kita saksikan manusia manusia model seperti kita bahas diatas
Dia puasa, tetapi tidak shalat
Dia puasa. tetapi korup, zina, riba, dosa
Dia taraweh, tetapi ritual taunan
Dia taraweh, tetapi ceremonial
Innalillah….
___
Lalu, apa hubungan bahasan ini
dengan judul diatas : “Underwear” ??
Pernah dengar istilah orang puasa tetapi tidak shalat seperti orang pakai baju tapi tidak pakai celana? Pernah dengar istilah orang shalat tetapi berbuat dosa seperti layaknya orang pakai baju tapi tidak pakai celana?
Akan ada sambungan pemikiran dimana diumpamakan masih mending kok pakai baju tidak pakai celana, atau masih mending kok pakai celana walau tidak pakai baju, dibanding tidak pakai baju dan tidak pakai celana,
Pemikiran juga pemahaman yang salah, akan membawa kepada perumpaan yang salah pula.
Padahal, jika pemahaman Aqidahnya, Fiqhnya tepat, maka akan membawa kepada perumpamaan yang tepat yaitu :
Menolak pakai celana dalam, dan tidak mau pakai celana dalam, maka Auratnya sama-sama keliatan.
Semoga, dengan ini, semakin paham kita, dan terhindar dari pemikiran, pemahaman, Aqidah, Fiqh yang keliru, dimana menanggap yang penting shalat, adapun dosa masih dikerjakan gapapa,
walyadubillah..
..Wallahu a’lam..