...

Wealth & Property Thats Not The Mirror Of Islam

Artikel - 5 months ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Wealth & Property Thats Not The Mirror Of Islam

 

Setelah sebelumnya kita bahas, oknum-oknum bodoh dalam Islam yang menjadikan diri-diri mereka sebagai cermin kebodohan dan kemiskinan di dalam Islam. Mungkin sebagian dari mereka (terlihat) kaya, namun pada definisi kekayaan yang sangat jauh dari kayanya Rasul dan Para Sahabat yang kekayaannya diperjuangkan, dikorbankan, dipergunakan dalam rangka akhirat berbuah Surga. Sedangkan dikarenakan kebodohan mereka, kekayaan tersebut diperjuangkannya, dipergunakannya untuk dunia, diperuntukkan agar dipuji manusia, untuk pujian manusia, bahkan kekayaan tersebut diraih dengan mengorbankan agama mereka, yang malah berbuah masuk Neraka. Beberapa diantara mereka mungkin terlihat kaya raya jika dilihat dengan kacamata dunia, padahal sejatinya jika dilihat dengan kacamata syariat, mereka miskin, muflis, bangkrut, hancur sehancur-hancurnya di padang masyar, di akhirat kelak, bahkan mereka menyeret istrinya, orang tuanya, juga anak-anaknya ikut bersama mereka masuk ke dalam Neraka.

 

Kini, akan dibahas di mana Kekayaan, Harta, ataupun Properti yang bukanlah merupakan cerminan dari Islam. Melainkan jangan-jangan kekayaan yang merupakan cerminan Kaum Kafir, Kaum Nifaq, Kaum Fasik, Kaum Munafiq, atau Kaum Hizbiyin (kaum dalam yang hanya membonceng agama untuk orientasi dunia).

 

_______________________

 

Tahukah kamu, ini adalah fakta, kekayaan terbesar orang-orang kaya itu bukanlah Properti, bukan Rumah Mewah, Mobil Mewah, bukan Perhiasan, bukan barang berharga, melainkan : harta terbesar mereka adalah (memelihara) orang-orang miskin.

 

Fakta sebenarnya saat ini. Semakin orang miskin bekerja dengan keras, maka yang kaya adalah orang-orang kaya. Semakin orang-orang miskin “dipelihara” maka orang-orang kaya akan semakin kaya. Semakin orang-orang miskin dijebak dengan kemiskinannya, ditahan harta-harta mereka, di zalimi hak-hak mereka, di ekspoitasi kemiskinannya, maka orang-orang kaya akan semakin kaya.

 

Fakta sebenarnya saat ini. Perhatikan piramida kekayaan dunia saat ini. 1.2% Orang-orang yang kaya saat ini, meraih kekayaannya dengan cara memiskinkan 98.8% orang-orang lain di dunia. 90% Lebih orang-orang miskin di dunia yang malah memberi makan orang-orang kaya yang jumlahnya hanya 1-2%.

 

Perlu diketahui, bukan seperti ini kekayaan yang dimaksud dan dipahami oleh Rasul dan Para Sahabat. Mereka kaya karena dengan menegakkan agama Allah terlebih dahulu, dengan kemudian mengorbannya untuk agama Allah, dengan memakmurkan orang-orang yang lain, bukan kaya dengan jalan menzalimi yang lain, bukan dengan menempuh haram yang dihalalkan.

 

_______________________

 

Fakta sebenarnya saat ini, perhatikan orang-orang kaya, yang karena menempuh riba, yang mengembangkan uang dari cara-cara haram, yang mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain, yang karena menempuh rizwah, yang karena menzalimi orang yang lainnya, yang karena mengambil harta orang lain, yang karena menahan harta orang lain, yang kaya karena tidak mau mengeluarkan hak-hak orang miskin, yang membiarkan bahkan mengontrol agar orang-orang lain tetap miskin, di mana semakin si miskin tetap miskin dan si kaya terus bertambah kaya.

 

Perlu diketahui, kekayaan seperti ini bukan definisi kekayaan yang dimaksud dan dipahami Rasul dan Para Sahabat, melainkan pemahaman dan definisi orang-orang Yahudi, orang-orang Kafir, orang-orang zalim, orang-orang yang terpapar model bisnis Industrialisme, Kapitalisme (sudah kita bahas pada judul materi sebelumnya).

 

***********************

 

Perhatikan, orang-orang yang kaya dengan definisi yang keliru ini, didapati memang kaya, namun zalim, mereka merugikan, menyusahkan orang-orang lain.

 

Fakta sebenarnya dari zaman dahulu sudah didapati, golongan orang-orang kaya yang karena kekayaannya meminta perlakukan khusus, kajian khusus, karena merasa mereka bisa “membeli” dengan uangnya. Kini didapati golongan orang kaya, ogah untuk berkumpul dengan orang-orang miskin, berani mengatur ustadznya untuk membuat kajian di hotel, kajian mewah, memisahkan diri dari yang miskin. Di mana lebih parahnya ada Ustadz berlabel sunnah, yang mau memfasilitasi kajian-kajian haram semacam ini.

 

Fakta sebenarnya sampai saat ini kita temui, golongan orang-orang kaya yang karena kekayaannya merasa bisa mengatur ustadznya, gurunya, membeli gurunya. Orang-orang kaya seperti ini malah lebih banyak tingkah dan polah yang menyusahkan orang lain.

 

Fakta sebenarnya sampai saat ini kita temui, golongan orang-orang kaya, yang banyak tingkahnya, yang berani mengatur karena merasa bisa membeli dengan uangnya, malah didapati sedikit sekali mempergunakan kekayaannya untuk agama, melainkan mereka banyak pergunakan untuk urusan yang sia-sia (dunia).

 

Fakta sebenarnya sampai saat ini kita temui, golongan orang-orang kaya ini justru menzalimi orang-orang miskin, mereka menahan harta mereka, tidak mengeluarkan harta yang merupakan hak milik orang lain, mereka tidak berkorban kecuali sedikit, melainkan kekayaannya itu dipergunakan untuk urusan yang sia-sia (dunia).

 

Fakta sebenarnya sampai saat ini kita temui, golongan orang-orang kaya ini, bukan mencerminkan Islam, melainkan kekayaan yang mencerminkan kekafiran. Kekayaan mereka tidak memfasilitasi, tidak membuat mereka dekat dengan orang miskin, tidak dekat dengan orang sholeh, tidak dekat dengan guru-guru mereka, tidak dekat dengan agama, tidak dipergunakan untuk sedekah yang banyak, tidak dipergunakan untuk yang berpahala, tidak mendekatkan kepada Surga. Sebaliknya kekayaan itu mendekatkan mereka dekat dengan orang-orang (berperilaku) Kafir, dekat dengan perilaku kafir, dekat orang-orang pendosa, pemaksiat, orang-orang zalim, memakai, menghamburkan, mubazir, bersedekah kepada hal-hal yang membuahkan dosa, yang malah mendekatkan mereka kepada Neraka.

 

Fakta sebenarnya, sampai saat ini kita temui, golongan orang-orang kaya ini, dulunya semua berniat kaya katanya agar bisa banyak bersedekah, katanya agar bisa banyak berkontribusi untuk agama, katanya agar bisa menjadi bekal banyak menuju Surga. Kini kenyataannya setelah kaya, mereka tidak bersedekah kecuali sedikit, mereka kaya justru karena muamalah-muamalah yang menzalimi orang miskin, menahan hak orang miskin, sedikit sekali kekayaan tersebut dikontribusikannya untuk agama, melainkan dipamerkannya yang justru berbuah dosa riya’, hanya dipergunakannya untuk berdosa, dipergunakannya membeli sesuatu yang malah menjadi bekalnya ke Neraka.

 

_______________________

 

Perlu diketahui, kekayaan seperti ini bukan definisi kekayaan yang dimaksud dan dipahami Rasul dan Para Sahabat, melainkan pemahaman dan definisi orang-orang Yahudi, orang-orang Kafir, orang-orang zalim, orang-orang yang diperdaya iblis yang kelak menghuni rongga-rongga Neraka. Kekayaan seperti ini bukanlah mencerminkan definisi kekayaan dalam Islam. Kekayaan seperti ini mereka kira adalah nikmat dan pemberian dari Allah atas ikhtiar mereka, padahal sejatinya kekayaan ini merupakan ujian yang berat, bahkan istidraj. Dia mengira diri-diri mereka kaya, sejatinya mereka sedang disuapi dari harta milik orang-orang yang dikiranya miskin.

 

Perlu diketahui, di mana ini bisa kita terlihat dengan sangat jelas, apakah definisi kekayaan ini akan bermuara ke Surga atau ke Neraka. Silahkan bisa dilihat, apakah harta dan kekayaan tersebut membuat dekat dengan agama, dekat dengan pahala, dekat dengan orang-orang sholeh sebagai kolega, dekat dengan gurunya, atau sebaliknya mendekatkan dia dengan dunia, dekat dengan dosa, dekat dengan para pemaksiat dan pendosa sebagai circle dekatnya.

 

Perlu diketahui, orang-orang berjiwa miskin yang dibalut kekayaan, dibalut rumah mewah, dibalut mobil mewah, perhiasan mewah, akan tetap terlihat kemiskinan pada dirinya, akan tetap terlihat perilaku-perilaku kemiskinan ada pada dalam dirinya. Perlu diketahui uang dan kekayaan tidak mengubah seseorang, melainkan semakin menunjukkan siapa jati dirinya. Perlu diketahui, burung gagak yang bulunya di cat putih bersih, dia akan tetap mencari bangkai yang kotor sebagai makanannya.

 

..Wallahu a’lam..