Banyak di antara kita memiliki satu tujuan hidup yang sama, yaitu : “Kesuksesan”. Sepanjang hidupnya banyak di antara kita mengejar dan berusaha mati-matian untuk mencapai kesuksesan (dunia), berusaha menjadi yang terbaik yang bisa dicapainya (didunia).
Selama ini banyak di antara kita berpikir bahwa menjadi yang terbaik itu patokannya berupa jumlah, atau berupa bilangan angka yang terbesar, misal : gaji paling besar, mobil paling mahal, rumah paling mewah, bisnis paling banyak, istri paling banyak, follower paling banyak, penilaian atau pujian dari manusia yang paling banyak.
_____
Padahal, mereka yang berpola pikir demikian, sedang mengalami cacat pikir atau logical fallacy “Appeal To Majority”.
Padahal, politikus yang menjadi pemenang dari sebuah sistem demokrasi, adalah seseorang yang paling banyak dipilih oleh orang-orang yang tidak mengerti apa itu politik. Disini kita menjadi paham, bahwa mayoritas bukanlah patokan.
Padahal, komunitas “Ferarri Owner Club” hanya diisi puluhan orang, dibandingkan jutaan member grup wa “Avanza Xenia Owners Club”. Disini kita menjadi paham, bahwa jumlah anggota bukanlah patokan.
Padahal, ada Nabi yang “followernya” hanya 3,4,5,8 orang, dimana ada seorang Nabi yang bahkan memiliki 0 pengikut. Nabi shallalalhu alaihi wasallam, seseorang yang paling “sukses” di seluruh dunia, tidak memiliki gaji paling besar, tidak bepergian dengan unta paling mewah, beliau tinggal di rumah sangat sederhana, beliau tidur di lantai beralaskan pelepah kurma. Disini kita sekali lagi menjadi paham bahwa angka sekalipun bukanlah patokan.
*************************
Selama ini sebagian besar dari kita berpikir hakikat kesuksesan yaitu memiliki sesuatu dengan jumlah paling banyak, paling baik, padahal cukuplah dengan menghindari yang buruk.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak berbuat baik, cukuplah dengan tidak menjadi orang yang buruk.
Tidak perlu menjadi orang paling kaya, paling banyak memiliki harta sebagai patokan kesuksesan, namun cukuplah dengan tidak mengambil hak orang lain melainkan cukuplah tidak dengan korupsi.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak memiliki sesuatu dan jalan-jalan yang tidak baik (haram), namun cukuplah seseorang mampu menikmati dan mensyukuri yang sedikit namun baik (halal).
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling sixpacks, paling berotot besar, paling kekar, namun cukuplah dengan menjaga asupan gizi, berolahraga, istirahat, menjaga kesehatan dan tidak merusak tubuhmu.
Tidak perlu menjadi seseorang yang berlari cepat dengan sepatu paling mahal, memakai baju lari dengan merek paling terkenal, tetapi kelelahan dan berhenti, namun cukuplah seseorang berlari dengan ritme yang konsistensi dan berhasil sampai ke garis finish.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak memiliki teman, paling banyak “circle”, paling banyak pengikut, paling banyak follower, namun cukuplah seseorang berada di lingkungan pertemanan yang tepat, tidak salah pergaulan, tidak memberi pengaruh buruk dan selalu memberi pengaruh yang benar.
Tidak perlu menjadi seorang ustadz yang paling sibuk dan penuh jadwal kajian, paling banyak mengisi kajian, paling sering tampil di youtube, paling banyak membahas kitab, paling banyak membagikan ayat, paling banyak mempertontonkan hafalan, melainkan cukuplah dengan memberi pemahaman, mengamalkan, menjadi contoh dan tauladan.
Tidak perlu menjadi seseorang yang merasa paling banyak pahala, paling banyak amal ibadah, tetapi bid’ah, tidak diterima, melainkan cukuplah bertauhid, bertaqwa, menjadi pribadi yang beriman dan beramal (shalih), melakukan perintah, menghindari dan meninggalkan diri dari maksiat serta syubhat (dosa).
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak rakaat tahajudnya, melainkan cukuplah menjadi seseorang yang bangun malam saat orang lelap tertidur, bangkit berwudhu, shalat 2 rakaat dan senantiasa menjaga keikhlasannya.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak sedekahnya, paling sering sedekahnya, paling nyaring namanya disebutkan DKM dari corong speaker masjid sebagai donatur suatu masjid, namun cukuplah ikut serta berkontribusi semaksimal kemampuannya, dalam keheningan.
Tidak perlu menjadi seseorang dengan jutaan pahala namun juga dengan membawa jutaan dosa, melainkan cukuplah membawa 1 pahala dan 0 dosa, yang mana pahala itu meloloskan seseorang dari Neraka.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling banyak berdoa meminta perihal dunia, melainkan cukuplah menjadi seseorang yang selalu berbisik meminta ampunan Allah dan membujuk-Nya meminta Surga Firdaus.
Tidak perlu menjadi seseorang yang paling berat amalannya di timbangan amal di Mizan kelak, cukuplah dengan tidak meminta ruqyah, tidak tathayur, tidak kay, dan hanya bertawakal kepada Allah, seseorang ini menjadi bagian dari golongan 70.000 yang lolos masuk Surga bahkan tanpa memerlukan hisab.
*************************
Karena kesuksesan yang sebenarnya, bukanlah tentang pertandingan atau tentang mengalahkan orang lain, menang jika dibandingkan dengan orang lain, melainkan tentang seseorang yang mampu memenangkan pertempuran menaklukkan dirinya sendiri.
Karena yang membuat seseorang terjatuh ke dalam dasar Neraka, yang membuat seseorang gagal sukses memasuki Surga, bukanlah dikarenakan seseorang gagal menjadi yang terhebat, gagal menjadi yang terbaik dibandingkan orang lain, melainkan seseorang itu gagal menghindarkan diri dari hal-hal yang merusak dirinya sendiri.
..Wallahu a’lam..
Kapak, bisa menebang pohon karena ada sebatang kayu yang menjadi bagian didalam kapak itu, yang mana tanpa kayu, mata kapak tidak mampu menumbangkan sebuah pohon. Pohon yang tumbang bukan karena semata-mata karena kapak, tetapi karena ada sebagian dari jenis kayu itu sendiri yang menjadi alat perusak.
Begitu juga dalam hidup, pengkhianatan sering kali bukan datang dari musuh, melainkan dari “orang dalam”, orang terdekat, orang yang dipercayai, orang yang diajari, orang yang kita ajak tumbuh bersama.
Didalam keluarga, seseorang lebih hancur ketika dikhianati oleh “saudaranya” sendiri. Didalam rumah tangga, seorang suami akan patah hati ketika dikhianati oleh istrinya sendiri. Didalam pertemanan, seseorang lebih terluka ketika dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Didalam pekerjaan, sering kali kekalahan seseorang bukan karena persaingan dari luar, namun dari rekan kerja sendiri yang menikam dari belakang. Sebuah perguruan, universitas, kampus, dianggap buruk, karena kelakuan buruk beberapa murid-muridnya sendiri.
_____
Begitu juga didalam Islam, taukah kamu bahwa Islam bukan (hanya) coba dirusak oleh pihak-pihak luar, melainkan didapati sebuah fakta menyakitkan, yaitu dihancurkan dari dalam tubuh Islam itu sendiri.
Lihatlah, khawarij, syiah, qodariyah, mu’tazilah dan lainnya, mereka adalah “orang-orang Islam” yang menghancurkan Islam dari dalam. Lihatlah bagaimana pemikiran-pemikiran mereka masuk kedalam Islam, kemudian menjadi fitnah dan menyesatkan banyak orang-orang awam.
Lihatlah mereka para hizbiyin membuat perkumpulan-perkumpulan, golongan-golongan (alias “genk”) dengan nama-nama “Islami”. Mereka para harokiyin membuat pergerakan dengan nama-nama dan motif yang seakan baik, padahal mau memecah belah dan bahkan memberontak. Mereka para sururiyin yang termakan fitnah dunia, tertipu syubhat dunia, yang mana mereka merasa diatas islam, padahal sejatinya mereka telah digerogoti bisikan-bisikan iblis dan menggerogoti Islam dari dalam.
Lihatlah mereka semua, yang mengaku ahlussunnah, merasa salafi, merasa bermanhaj salaf, dengan “pakaian-pakaiannya”, dengan penampilannya, padahal pemahaman mereka telah melesat sangat jauh dari Islam itu sendiri, mereka tersesat dan menyesatkan orang lain.
Padahal mereka telah keluar dari jalan salaf, akibat buah-buah pikir mereka, karena motif dunia, karena motif sosial, karena motif ingin menang, motif ingin pengakuan, sejatinya mereka orang-orang yang kalah, mereka memasukkan pikiran-pikiran mereka seolah-olah bagian dari sunnah, padahal pikiran mereka telah disusupi kebencian dan bisikan iblis, padahal mereka pengikut hawa nafsu, padahal mereka terpapar fitnah, padahal mereka mu’tazilah.
Dimana secara sadar atau tanpa sadar mereka sebenarnya sedang menghancurkan diri mereka sendiri, mereka sebenarnya sedang (ikut serta) menghancurkan Islam dari dalam.
_____
Namun tidak semua, masih ada orang-orang yang tulus, masih ada orang-orang yang berusaha tetap meniti dijalan yang lurus, jangan sampai orang-orang yang buruk membuatmu berburuk sangka. Tidak semua orang-orang yang dekat senang melihatmu tumbuh tinggi dan berkembang, tidak semua orang-orang yang jauh berniat menjatuhkanmu, namun hidup ini mengajarkanmu bahwa berhati-hatilah, karena pengkhianatan paling sering datang dari orang-orang dalam.
Orang-orang yang mendekat kepadamu, yang kemudian kamu biarkan dia dekat, yang kamu percayai, yang kemudian kamu beri hatimu, adalah mereka yang kelak tidak ragu memakan jantungmu. Mereka adalah orang-orang yang jauh lebih berbahaya, dibanding orang-orang diluar sana yang kamu tidak kenal, yang kamu tidak dekat.
Namun seperti pohon, tetaplah tumbuh, tetaplah rindang dan memberi keteduhan, meskipun kamu tau kadang yang membuatmu tumbang ada di dalam lingkaran dekatmu, meskipun kamu tau kadang yang menyakitimu adalah kapak yang gagangnya terbuat dari dirimu sendiri, berhati-hati dan jagalah jarak dengan orang-orang demikian.
Orang baik akan selalu menjadi orang baik, seseorang yang amanah akan selalu tidak ingkar. Seseorang yang baik, seseorang yang tulus tidak akan berubah menjadi orang jahat atau pengkhianat, hanya karena dijahati atau dikhianati.
..Wallahu a’lam..
Seseorang kadang merasa melepaskan berarti kehilangan, seseorang kadang harus merasa kehilangan terlebih dahulu barulah dia terpaksa harus melepaskan (merelakan). Padahal sesuatu bisa dilepaskan tanpa harus merasa kehilangan.
Taukah kamu bahwa tidak ada satupun yang bisa dirampas dari seseorang yang tidak lagi menggenggam?
Taukah kamu banyak orang menderita penyakit, dia merasa sakit, bukan karena kehilangan tetapi karena terlalu menggenggam sesuatu dengan erat. Entah itu harta, jabatan, orang, atau mungkin masa lalu.
Taukah kamu bahwa melepas bukan berarti kehilangan, bukan kekalahan, bukan kerugian, atau tanda menyerah. Melainkan kebijaksanaan, merdeka untuk tidak diperbudak oleh rasa takut kehilangan. Orang yang berani melepas, adalah orang yang sedang mengurangi bebannya, mengurangi tanggung jawab akan hartanya kelak ketika dimintai pertanggungjawaban, orang yang melepaskan justru akan mendapatkan ketenangan batin yang damai.
Seseorang yang terus menerus menggenggam istri yang tak lagi setia, selingkuh, hanya akan hidup dengan luka. Sedangkan ketika dia berani melepas, dia sedang membuka ruang lebih luas untuk cinta yang tulus memasuki hatinya.
Seseorang yang kehilangan harta atau barang berharga, misal mobil, rumah karena musibah, akan merasa sedih dan hancur. Sedangkan ketika dia berani melepas (bersedekah), itu justru menghindarkannya dari musibah.
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِيءُ غَضَبَ الرَّبِّ
“Sesungguhnya sedekah yang tersembunyi, (dapat) meredam murka Allah Ta’ala” [Shahih at-Targhib].
_____
Kapan kamu akan tersadar bahwa yang benar-benar (masih) menjadi milikmu tidak akan pergi?
Kapan kamu akan tersadar bahwa apa yang bukan (lagi) milikmu, meski kamu genggam erat dengan sekuat tenaga, akan melepaskan dirinya sendiri dan kamu pasti tetap akan kehilangannya ditambah rasa sakit?
Kapan kamu akan tersadar bahwa kamu tidak kehilangan apapun malahan selama ini tidak lain kamu sedang kehilangan dirimu sendiri.
_____
Pada akhirnya, kita semua akan melepas apa yang ada pada diri kita dan sekeliling kita, entah itu orang yang kita cintai, orang tua, anak, pasangan, entah itu benda yang kita cintai, kendaraan, rumah, harta benda, uang atau lainnya.
Orang-orang yang cerdas dan bijaksana akan melepas dengan ikhlas, tanpa harus merasa kehilangan, melainkan dia akan mendapatkan balasan atau ganti yang jauh lebih baik. Sedangkan orang yang jahil dan kikir akan tetap terpaksa melepas apa yang dia genggam erat ditambah dengan luka, dengan rasa sakit dan rasa kehilangan yang dalam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan.” [Terdapat dalam Shahih Muslim].
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tiada sehari pun yang dilewati oleh para hamba-Nya melainkan turun dua orang malaikat, maka satu di antara mereka berkata : ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi orang yang berinfaq’, dan malaikat lainnya berkata, ‘Ya Allah berikanlah kebinasaan bagi orang yang menahannya’.” [Terdapat dalam ash–Shahihain].
*****
Ingatlah bahwa, seseorang yang tidak bisa dinasehati dengan kata-kata, kelak akan dipukul oleh peristiwa, juga kelak akan diajari dan dipahamkan oleh kerutan pada kulitnya (oleh waktu), dan oleh penyesalan.
..Wallahu a’lam..
Gita Wirjawan, salah seorang sesama akademisi, lulusan Harvard University, The University Of Texas, Baylor University dan lainnya, juga merupakan host di podcast “Endgame”, pernah membawakan sebuah narasi yang kurang lebih artinya adalah : “Orang yang pintar akan condong membaca ilmu pengetahuan, orang bodoh akan condong menonton hiburan”.
Gita Wirjawan, adalah seseorang akademisi asli, yang tentunya penuh dengan gelar-gelar akademis, namun didapati termasuk yang tidak sibuk dengan embel-embel “gelar”, jarang mempertontonkan gelarnya, namun sibuk dengan ilmu pengetahuan, tulisan, bacaan, karya-karya ilmiah ataupun karya nyata.
Gita Wirjawan pernah menyarankan agar seseorang lepas dari kebodohan, maka seseorang harus membaca (tulisan), bukan menonton (hiburan). Gita Wirjawan tentu tau, memahami dan merasakan sendiri bahwa intelektualitas seseorang, datang dari membaca (tulisan), bukan dari menonton (tontonan).
Gita Wirjawan pernah mengatakan bahwa tontonan, (khususnya dimedia sosial) adalah “kanker”, maksudnya adalah “penyakit yang mematikan”, seseorang seakan nyaman, namun jatuh dalam kebodohan, jatuh dalam keburukan.
Gita Wirjawan pernah menyebutkan secara eksplisit bahwa melihat tontonan dilakukan orang-orang bodoh yang mencari hiburan, sedangkan membaca dilakukan orang-orang pintar yang mencari pendidikan (pengetahuan). Pada kenyataannya, pendidikan atau pengetahuan lebih banyak didapati dari membaca (tulisan, buku, artikel, jurnal dan lainnya), bukan dari tontonan.
Gita Wirjawan menyebutkan secara eksplisit bahwa dirinya menamatkan setidaknya satu buku setiap satu minggu (pekan). Waktu luangnya dipakai untuk membaca jurnal (karya tulis ilmiah, artikel dan lainnya) dan juga menulisnya (menuangkan isi pikiran kedalam tulisan atau menyalin ulang suatu bacaan). Ini jauh lebih baik daripada menonton cuplikan video dan men-share-nya di story/status.
Gita Wirjawan menyebutkan secara eksplisit bahwa tontonan, (khususnya media sosial) didapati berkorelasi dan berkontribusi terhadap kefanatik-butaan, informasi yang samar menyebabkan kebodohan, depresi, kelelahan secara mental, kecemasan sosial, bahkan salah satu penyebab tertinggi dari perilaku bunuh diri.
Gita Wirjawan mengatakan bahwa tontonan (khususnya media sosial) akan memaksa seseorang untuk berinteraksi / berkomunikasi (baik secara langsung atau tidak langsung) dengan orang lain atau “prosesor” dimasa ini, namun sebaliknya kita tidak berkomunikasi dengan narasumber pendahulu atau “predesesor” dimasa lalu. Padahal pendahulu secara keilmuan atau “predesesor” secara kumulatif berjumlah 125 miliar, sedangkan narasumber keilmuan saat ini “prosesor” berjumlah 8 miliar (saja). Padahal ilmu terdahulu, interaksi komunikasi dengan narasumber terdahulu didapat dari membaca, bukan dari tontonan.
*************************
Ini, sejalan dengan metode pembelajaran, pengetahuan, dan pemahaman Salaf, yaitu metode “klasik”, alias dari membaca (dan menulis), bukan dari tontonan (dan hiburan).
Ini, kita dapati dimana para Alim di zaman Salaf, para Ulama Salaf, para Ulama pendahulu, para akademisi Islam zaman ini, para pelajar Islam zaman ini, sibuk dengan metode ini, yaitu bacaan (dan tulisan). Bukan dengan tontonan (hiburan).
Ini, kita dapati metode demikian dipilih dan dipakai orang-orang pintar, para akademisi, yang mana metode ini juga dipilih dan dipakai di konteks lingkaran dalam ATOMMS. Materi ATOMMS didapati banyak berupa bacaan atau tulisan (bukan tontonan), ini dimaksudkan agar senantiasa tegak lurus dengan metode belajar klasik salafush shalih yaitu : bacaan dan tulisan. Membudayakan, membiasakan, bahkan dalam tanda kutip “memaksa” untuk banyak membaca (bukan menonton).
Ini, bayangkan jika dilakukan para cendikeawan kita, tokoh-tokoh agama kita, guru-guru agama kita, ustadz-ustadz kita, dilakukan oleh para pelajar agama, dilakukan oleh santri-santri, tentunya dengan bimbingan dan pengawasan (supervisi) dari orang tua di rumah, guru di sekolah, rektor di kampus, ustadz di pesantren atau masjid, kepala di institusi-institusi sosial, bahkan pemerintah. Maka ini merupakan solusi, jalan keluar umat dari kebodohan (khususnya ilmu agama).
*************************
Jika kamu mendapati literatur keilmuan atau sumber keilmuanmu yang basisnya berupa bacaan, tulisan, merujuk dari kitab, buku, jurnal ilmiah, karya tulis ilmiah, atau artikel ilmiah atau “predesesor”, kemudian suka membaca, suka menulis, maka lantas bersyukurlah, kamu sebenarnya orang yang beruntung.
Dan dimana kamu menyukainya (metode membaca, tulisan, jurnal, karya ilmiah, buku, artikel), maka lantas berbahagialah, ini tanda dan ciri bahwa kamu adalah orang yang pintar.
_____
Jika sebaliknya kamu mendapati literatur ilmu atau mendapat sumber ilmu yang basisnya berupa tontonan, hiburan, storytelling (dongeng), cerita, potongan video, “konten”, maka lantas introspeksi dirilah, kamu sebenarnya orang yang rugi.
Dan dimana hanya suka menonton, hanya suka mendengar, hanya suka “disuapi” tontonan, hiburan atau “konten”, namun tidak suka membaca, tidak suka menulis, maka lantas bersedihlah, ini tanda dan ciri bahwa kamu adalah orang yang bodoh.
..Wallahu a’lam..
Seekor kupu-kupu, tidak pernah merayakan “ulang tahun”, karena umurnya hanya (maksimal) 47 hari.
Seekor semut, tidak pernah bermimpi, karena semut selalu bekerja dan tidak pernah tidur.
Seekor siput, tidak pernah berlari, karena dia membawa serta rumahnya yang berat kemanapun dia pergi.
Betapa beruntungnya kita, diberi waktu berkali-kali melewati pergantian tahun, setiap malam tidur dengan nyenyak, kita memilki impian, kita bisa berlari kemanapun, mengejar apapun yang kita mau dikehidupan ini.
Kadang kita sibuk mengeluh atas apa yang kita miliki, padahal sejatinya betapa beruntungnya kita, karena apa yang kita keluhkan itu, adalah harapan dan mimpi bagi banyak orang lain diluar sana, yang seharusnya sangat perlu disyukuri.
Lantas bagaimana cara kita bersyukur?
Cara bersyukur, bukan hanya lewat kata-kata, bukan hanya lewat doa, melainkan mengisinya dengan berpikir, berucap dan bertindak bukan sekadar yang menurutmu baik, tetapi lakukan itu dengan cara yang benar.
Cara bersyukur, bukan dengan melakukan apa yang kita pikir itu baik (padahal itu tidak benar), melainkan wujud bersyukur adalah melakukan tuntunan Allah dan RasulNya yang mana karena itu, sudah pasti baik dan sudah pasti benar.
Betapa banyak kita dapati orang-orang yang kaya namun mereka tidak bersyukur, betapa banyak kita dapati orang-orang yang miskin namun mereka tidak bersabar. Padahal Allah dan RasulNya menuntunkan bersyukurlah jika kamu diberi keluasan, bersabarlah jika kamu dalam kesempitan. Dimana inilah sebaik-baik kebaikan, dan sebenar-benarnya kebenaran.
Ingatlah! bahwa bahkan seekor siput, yang sangat lambat langkahnya, sangat berat beban yang harus diangkat oleh badannya, mereka senantiasa bersemangat dalam hidupnya, senantiasa bergerak dan senantiasa berzikir sebagai tanda bersyukur kepada Allah.
..Wallahu a’lam..
Seorang konsultan bisnis (hypercar, jam tangan mewah) dari Dubai, pernah berbincang dan mengatakan kepada saya, bahwa :
“Hati-hati! ketika kamu melihat seseorang yang menggunakan pakaian bermerek dari desainer terkenal, dari kepala hingga ujung kakinya.”
“Karena, orang-orang yang benar-benar kaya tidak akan berusaha memamerkan siapa dirinya. Karena, mereka tidak fokus bagaimana membuat orang lain terkesan dan harus mengenal siapa diri mereka, bahkan mereka tidak peduli anggapan dari orang lain.”
“Karena, kamu tau? pada faktanya, dan ini terdengar lucu, orang-orang yang paling “berisik” menunjukkan “pakaiannya”, adalah orang-orang yang paling sedang berusaha menutupi kemiskinannya, yang mana mereka sedang menjual “kredibilitas” agar dianggap kaya.”
*****
“Perhatikan! ketika kamu melihat seseorang yang “berkerah putih”, menggunakan jas dan dasi, biasanya mereka adalah seorang salesman, bukan seorang buyer (konsumen).”
*****
Seorang Masyaikh, pada suatu waktu kami berbincang dan beliau pernah mengatakan bahwa :
“Hati-hati! Ketika engkau melihat seorang dai yang “berisik” dengan pakaiannya (baca : dengan tampilannya), dari peci, sorban, gamis diatas mata kaki, namun mereka terlihat menaiki motor gede, Alphard Vellfire, Range Rover atau Ferrari, bahkan tidak jarang mereka terlihat selfi-selfi.”
“Karena, orang yang benar-benar alim, tidak akan sibuk dengan pakaiannya, sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Para Sahabatnya, yang sejatinya alim, yang sejatinya benar-benar kaya, mereka (sangat) zuhud, tidak sibuk dengan unta merahnya, tidak sibuk dengan pelana emas pada kudanya, melainkan mereka berpenampilan sangat sewajarnya, berpakaian dengan sederhana sebagaimana pakaian yang biasa.”
“Karena, orang yang benar-benar alim, mereka tidak akan fokus atas apa yang orang lain lihat ada pada diri mereka, mereka tidak butuh validasi dari orang lain, melainkan mereka berpemahaman, beribadah, berdakwah, dengan tegak lurus berharap wajah Allah, dengan cara tegak lurus sebagaimana Rasul dan Para Sahabatnya.”
“Karena, kamu tau? Ini fakta uniknya, para dai yang “berisik” dengan “pakaian”-nya, yang “berisik” dengan “tampilan”-nya, adalah mereka yang berusaha mencari simpati dan validasi dari wajah para jamaahnya. Orang-orang seperti ini sejatinya tidak mampu menutupi jauhnya mereka dari zuhud dalam dakwah, mereka berburu “kredit skor” dari jamaahnya. Sejatinya mereka seperti “salesman” yang bisa terlihat di ujung-ujungnya mereka biasanya kemudian nampak “berjualan”(*) dengan membawa-bawa agama.”
(*) Open seminar bisnis syar’i, konsultasi rumah tangga ala Nabi, biro jodoh syar’i, dauroh berbayar di hotel khusus orang kaya, kajian berbayar hijrah ala gen-Z, francise bisnis ayam goreng arab, francise nasi kebuli islami, susu kambing barokah, gamis salafi premium, tour and travel umroh spesial bersama Ustadz, dll.
Diujung perbincangan, mengakhiri kalimat, Masyaikh ini berkata : “Hati-hati!”
..Wallahu a’lam..