ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
6. Non Sequitur
Berikut kita bahas sebuah cacat logika yang sangat banyak Kaum Muslimin mengidapnya, yaitu : “Non Sequitur”.
“Non sequitur” adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika sebuah konklusi (kesimpulan) tidak terkait atau tidak mengikuti dari premis (argumen) yang sebelumnya. Artinya, konklusi tersebut tidak memiliki hubungan logis dengan premis (argumen) yang mendahuluinya, alias : “tidak nyambung”.
Contoh Non Sequitur:
- "Saya suka makan pizza, jadi saya akan menjadi presiden suatu hari nanti."
- "Hari ini cuaca cerah, jadi saya akan mendapatkan promosi di tempat kerja."
- “Pantas saja kamu cerai, kamu tidak bisa masak sayur asem”
- “Pantas saja kamu miskin, kamu kuliah jurusan teknik”
Dalam beberapa contoh di atas dan semisal, konklusi tidak memiliki hubungan logis dengan premis (argumen) yang sebelumnya. “Non Sequitur” dapat membuat argumen menjadi tidak valid atau tidak dapat dipercaya.
“Non Sequitur” sering digunakan dalam humor atau satire untuk menunjukkan ketidaklogisan atau ketidakmasukakalan sebuah argumen. Namun, dalam diskusi atau debat yang serius, “Non Sequitur” dapat membuat argumen menjadi tidak efektif atau tidak dapat dipercaya.
Atau
- “Saya mau shalat tarawih full bulan puasa ini” (tetapi shalat berjamaahnya tidak).
- “Saya sebagai seorang suami adalah pemimpin keluarga” (tetapi takut istri).
- “Saya orang yang hemat, irit” (tetapi enggan bersedekah). Note : enggan bersedekah fakta menurut Al-Qur’an adalah orang yang boros.
- “Saya rajin olahraga, pola hidup sehat” (tetapi enggan bersedekah). Note : enggan bersedekah fakta menurut Al-Qur'an adalah orang yang menyakiti diri sendiri, menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
- “Saya tahu dunia itu, bangkai kambing, sampah” (tetapi mengejar dunia lebih dari mengejar akhirat).
Dalam contoh-contoh di atas, seseorang gagal memiliki pemikiran logis, dan kemudian konklusi yang tidak logis, dari premis atau argumentasi sebelumnya. “Non Sequitur” fallacy bisa menyebabkan seseorang memiliki pemahaman sebab akibat yang keliru, membuat keputusan yang tidak tepat karena tidak rasional (tidak nyambung).
Untuk menghindari “Non Sequitur” fallacy, seseorang harus berpikir dengan mempertimbangkan sebab akibat yang relevan, tentunya memiliki pengetahuan, dan juga mengetahui cara menghubungkan antara premis, argumentasi untuk menarik suatu kesimpulan.
Jika, ada gejala demikian dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “Non Sequitur”.
Kembalikan kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan bukti ilmiah yang kuat, memiliki pemahaman terhadap premis dan argumentasi yang berhubungan, bukan asal dalam membuat pilihan atau kesimpulan dari dasar pemikiran yang tidak logis.
..Wallahu a’lam..
ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
5. Sunk Cost
Berikut kita bahas sebuah cacat logika yang sangat banyak Kaum Muslimin mengidapnya, yaitu :
“Sunk Cost”.
“Sunk Cost” adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika seseorang mempertimbangkan sesuatu yang telah dikeluarkan di masa lalu (sunk cost) dalam membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan di masa depan.
Dalam ekonomi, “sunk cost” adalah kesalahan logika ketika memahami biaya (pengorbanan) yang telah dikeluarkan pada masa lalu. Padahal dasar argumentasi untuk membuat sebuah keputusan, seseorang sebenarnya tidak boleh mempertimbangkan sunk cost, karena itu tidak relevan dengan keputusan yang harus diambil untuk tujuan masa depan.
Contoh Sunk Cost Fallacy :
- “Orang tua saya yang miskin sudah mengeluarkan uang begitu besar untuk biaya pendidikan, maka saya harus jadi orang kaya”
- “Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk sedekah, bakti sosial, demi personal branding yang baik, maka saya harus dianggap sebagai orang yang dermawan, saya harus mendapat benefit lebih besar.”
Padahal seseorang yang memiliki tujuan untuk kaya, agar tidak mengalami kesulitan, agar sejahtera, agar bisa membantu orang lain, bukan karena motif masa lalu, atau motif menjadi kaya dari jalan yang merugikan orang lain, menempuh yang haram, atau ibadah yang kemudian melenceng kepada riya’ atau ada motif lain, di mana ini tidak relevan alias sesat pikir.
Atau
- “Orang tua saya sudah berkorban banyak untuk menjadikan saya seorang tokoh agama (ustadz), maka saya harus menjadikan agama sebagai mata pencaharian, mendapatkan uang banyak, jamaah saya harus banyak, membuat kajian berbayar, berceramah yang mengakomodir dan disenangi banyak orang.”
- “Saya pernah mengorbankan waktu untuk hadir di kajian, namun saya sehari tidak “narik” (online) dan kehilangan omset ratusan ribu. Karena mengaji, saya kehilangan banyak waktu untuk pekerjaan saya, bisnis, dan pergaulan sosial saya, yang mana saya kehilangan banyak uang. Saya sibuk karena pekerjaan dan aktivitas saya, jadi tidak ada waktu untuk mengaji.”
Padahal, menjadi tokoh agama (ustadz) adalah mencerdaskan umat perihal pemahaman agama yang benar, didorong visi dan misi yang mulia, berorientasi akhirat, bukan karena motif apa (biaya/effort) yang telah dikeluarkan pada masa lalu, bukan hanya sekedar untuk mendapatkan banyak uang, banyak jamaah, apalagi dengan menempuh jalan dakwah yang salah dan menyesatkan umat dari pemahaman agama yang benar.
Padahal mengaji (kepentingan akhirat) bukanlah sesuatu yang harusnya dia korbankan demi urusan dunia (kepentingan dunia). Padahal mengaji dan muamalahnya adalah 2 hal yang berbeda dan bukanlah perbandingan.
Dalam contoh-contoh di atas, seseorang mempertimbangkan “sunk cost” dalam membuat keputusan, padahal itu tidak relevan dengan keputusan yang harus diambil di masa depan, padahal dia memiliki dan meluangkan sangat banyak waktu untuk urusan dunia, namun anehnya dia seakan tidak memiliki waktu untuk urusan akhirat. Sunk cost fallacy, adalah kekeliruan mempertimbangkan apa yang telah dikorbankan pada masa lalu, dan apa yang dikorbankannya untuk masa depan, yang mana ini dapat menyebabkan seseorang membuat keputusan yang tidak rasional dan tidak efektif, bahkan keputusan salah yang kemudian membuat seseorang tersesat dari tujuan sebenarnya.
Untuk menghindari sunk cost fallacy, seseorang harus mempertimbangkan hanya biaya dan manfaat yang relevan, membuat keputusan yang baik, yang harus diambil untuk kepentingan masa depan, dan tidak mempertimbangkan pengorbanan yang telah dikeluarkan di masa lalu.
“Sunk Cost” adalah suatu kesalahan logika karena pola pikir dasar argumentasi yang keliru, yaitu biaya, terlebih biaya atau pengorbanan lain yang telah dikeluarkan pada masa lalu, menjadi indikator dalam melakukan sesuatu Kebenaran, suatu pendapat harus dinilai berdasarkan bukti ilmiah dan alasan yang kuat, berdasarkan motif dan benefit yang sebenarnya, bukan membandingkan dengan perbandingan yang keliru, yaitu biaya ataupun pengorbanan pada masa lalu sebagai indikator langkah untuk melakukan sesuatu di masa depan.
Jika, ada gejala demikian dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “Sunk Cost”.
Kembalikan kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan bukti ilmiah yang kuat, bukan mengalihkan kebenaran dan membuat kesimpulan berdasarkan membandingkan dua pilihan, atau dua sebab akibat yang keliru.
..Wallahu a’lam..
ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
4. False Dilemma
Berikut akan kita bahas sebuah cacat logika yang sangat banyak Kaum Muslimin mengidapnya, yaitu : “False Dilemma”.
“False Dilemma” (dalam bahasa Indonesia disebut "Dilema Palsu" atau "Pilihan Ganda Palsu") adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika seseorang hanya menyajikan dua pilihan sebagai satu-satunya kemungkinan, padahal ada pilihan lain yang juga valid.
Dalam False Dilemma, seseorang mempresentasikan dua pilihan yang saling eksklusif, sehingga orang lain harus memilih salah satu dari keduanya. Namun, dalam kenyataannya, ada pilihan lain yang tidak disebutkan atau diabaikan.
Contoh “False Dilemma” :
- "Apakah Anda ingin menjadi kaya atau miskin?" (padahal ada pilihan lain, seperti memiliki kehidupan yang sederhana dan cukup).
- "Apakah Anda mendukung partai A atau partai B?" (padahal ada pilihan lain, seperti tidak mendukung kedua partai tersebut atau mendukung partai lain).
“False Dilemma” dianggap sebagai suatu kesalahan logika karena tidak mempertimbangkan semua pilihan yang tersedia dan tidak memungkinkan orang lain untuk mempertimbangkan pilihan lain yang juga valid.
_____
“False Dilemma” juga termasuk diantaranya memberikan 2 pilihan yang keliru. Alias memberikan pilihan yang tidak merupakan perbandingan, atau tidak “apple to apple”, contoh :
- “Lebih baik kajian berbayar daripada konser berbayar”. Ini adalah pilihan palsu yang tidak sebanding. Padahal pilihan perbandingan yang benar untuk dipilih adalah : kajian berbayar (di hotel) atau kajian gratis (di masjid).
- “Lebih baik masjid menjadi ramai karena berisik ada anak-anak kecil bermain, daripada masjid menjadi sepi karena tidak ada anak-anak kecil bermain. Padahal pilihan perbandingan yang benar adalah : masjid ramai karena berisik ada anak-anak kecil bermain di masjid atau masjid sunyi karena tertib anak-anak kecil tidak bermain di masjid.
“False Dilemma” adalah suatu kesalahan logika karena pilihan argumentasi yang disediakan keliru. Kebenaran suatu pendapat harus dinilai berdasarkan bukti ilmiah dan alasan yang kuat, bukan membandingkan dengan perbandingan yang keliru.
Jika, ada gejala demikian dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “False Dilemma”.
Kembalikan kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan bukti ilmiah yang kuat, bukan mengalihkan kebenaran dan membuat kesimpulan berdasarkan perbandingan dua pilihan yang keliru.
..Wallahu a’lam..
ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
Appeal To Popularity
Berikut akan kita bahas sebuah cacat logika yang sangat banyak Kaum Muslimin mengidapnya, yaitu: “Appeal To Popularity”.
“Appeal to Popularity” (dalam bahasa Indonesia disebut "Argumen Popularitas") adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika seseorang mengklaim bahwa suatu pendapat atau kepercayaan adalah benar, karena yang mengatakan ataupun yang mempercayainya itu merupakan (tokoh) populer atau pendapat yang populer.
Argumen ini berdasarkan pada asumsi bahwa jika sesuatu populer, maka dianggap pasti benar atau baik. Namun, hal ini tidak selalu benar. Banyak contoh di mana sesuatu yang populer ternyata tidak benar atau tidak baik.
Contoh “Appeal To Popularity”:
Kristen agama yang benar, karena jumlah pemeluknya terbesar di dunia
Ormas Islam “A” pasti benar, karena pengikutnya terbanyak di Indonesia
Ustadz “Fulan” berpaham ahlussunnah, karena jamaah pengajiannya sangat banyak
Ustadz “Fulan” pasti ahli hadits, karena dia tokoh yang populer membahas hadits
Didapati fakta, Kristen bukanlah agama yang terbaik atau terlengkap, didapati fakta Ormas “A” banyak kesyirikan, bid’ah, dan kurafat, didapati fakta tokoh fulan berpaham mutazili, asyari, maturidi, hizbi, dll, atau didapati fakta tokoh fulan adalah ahli sastra Arab bukan ahli hadits.
Dalam contoh di atas, argumen tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa popularitas adalah sesuatu yang menentukan kebenaran atau kualitasnya. Namun, popularitas tidak selalu menjamin kebenaran atau kualitas.
“Appeal To Popularity” dianggap sebagai suatu kesalahan logika karena bukanlah indikator kebenaran, tidak selalu relevan dengan kebenaran atau kesalahan suatu pendapat. Kebenaran suatu pendapat harus dinilai berdasarkan bukti ilmiah dan alasan yang kuat, bukan berdasarkan popularitas.
Jika ada gejala demikian di dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “Appeal To Popularity”.
Kembalikan kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan bukti ilmiah yang kuat, bukan mengalihkan kebenaran berdasarkan apa yang dipilih, dilakukan, dipercayai oleh tokoh, golongan yang populer.
..Wallahu a’lam..
ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
2. Appeal To Majority
Berikut akan kita bahas sebuah cacat logika, yang sangat banyak dari kaum muslimin mengidapnya, yaitu : “Appeal To Majority”
“Appeal To Majority” (dalam bahasa Indonesia disebut "Bandwagon Fallacy" atau "Suatu dianggap sebuah kebenaran karena di pilih oleh kaum mayoritas") atau disebut juga “Democracy Fallacy”, adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika seseorang mengklaim bahwa suatu pendapat atau kepercayaan adalah benar dikarenakan banyak orang yang memilih, mempercayai, atau melakukannya.
Argumen ini berdasarkan pada asumsi bahwa jika banyak orang mempercayai sesuatu, maka itu pasti benar. Namun yang demikian sebenarnya tidaklah pasti benar. Banyak contoh dalam sejarah di mana mayoritas orang mempercayai sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran kemudian terbukti salah.
Contoh Appeal To Majority :
- "Banyak orang mempercayai bahwa bumi itu datar, jadi itu pasti benar."
- "Mayoritas orang di negara ini mendukung paslon ini, jadi itu pasti kebijakan yang baik."
Dalam kedua contoh di atas, argumen tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa mayoritas orang memiliki pendapat yang benar, tanpa mempertimbangkan bukti atau alasan yang sebenarnya.
“Appeal To Majority” adalah suatu kesalahan logika karena tidak relevan dengan kebenaran atau kesalahan suatu pendapat. Kebenaran suatu pendapat harus dinilai berdasarkan bukti dan alasan yang kuat, bukan berdasarkan popularitas (apa yang populer) atau mayoritas (apa yang dipilih mayoritas).
Misal : Di pantai Kuta Bali, mayoritas kaum wanita menggunakan bikini (menunjukkan aurat), namun apa yang terjadi pada mayoritas bukanlah indikator bahwa (menunjukkan aurat) Itu benar. Didapati ternyata membuka aurat adalah kekeliruan, berpotensi bahaya, berdosa, dan sebagainya.
Misal : Di negara “X”, melakukan sistem demokasi untuk memilih pemimpin, namun apa yang terjadi pada mayoritas bukanlah indikator bahwa (demokrasi) itu benar. Didapati ternyata pemimpin hasil demokrasi adalah koruptor, zalim, dan sebagainya.
Misal : Didalam lingkup “Ahlussunnah”, mayoritas ustadz memakai (pakaian) jubah, gamis, sudah dianggap oleh mayoritas sebagai “Ahlussunnah”, namun ternyata apa yang di pakai mayoritas ustadz bukanlah indikator bahwa yang demikian benar-benar memiliki pemahaman sesuai sunnah. Didapati ternyata ustadz berpenampilan demikian ternyata ahlussyubhat, ahli bid’ah, atau ruwaibid’ah.
Jika, ada gejala demikian dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, alias menganggap sesuatu benar karena diyakini, dipilih, dan dikerjakan oleh mayoritas, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “Appeal To Majority”.
Kembalikanlah kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan data objektif, bukan mengalihkan indikator kebenaran itu sendiri, dengan berdasarkan apa yang dipilih, dilakukan, dan dipercayai oleh banyak orang atau mayoritas.
..Wallahu a’lam..
ATOMMS Logical Fallacy | Extermination
1. Ad Hominem
Berikut kita bahas sebuah cacat logika yang paling banyak Kaum Muslimin mengidapnya, yaitu :
“Ad Hominem”.
“Ad Hominem” adalah sebuah istilah, yaitu kesalahan dalam penggunaan logika dan kemudian terlihat pada retorika yang menunjukkan kecacatan berpikir, merujuk pada serangan atau kritik yang ditujukan kepada karakter, motivasi, atau kredibilitas seseorang, bukan kepada argumen atau pendapat yang mereka ajukan.
Jenis cacat berpikir demikian ini sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari topik yang sedang di bahas dan untuk mempengaruhi opini orang lain dengan cara yang tidak relevan atau tidak logis yaitu membahas personal atau karakternya.
Contoh “Ad Hominem” :
1. Seseorang yang mengatakan : “menabung itu baik”, lantas dianggap salah, karena (menyerang personal) yang mengatakan argumen tersebut datang dari orang miskin.
2. Seseorang yang mengatakan : “jogging itu sehat”, lantas di anggap salah, karena (menyerang personal) yang mengatakan argumen tersebut datang dari orang yang kakinya lumpuh.
3. Seseorang yang mengatakan : “didiklah anak istrimu, ajaklah anakmu shalat”, lantas dianggap salah, karena (menyerang personal) yang mengatakan argumen tersebut datang dari orang yang bercerai, orang yang tidak mempunyai anak.
4. Seseorang yang mengajak berpuasa ramadhan, lantas dianggap salah, karena (menyerang personal) yang mengatakan argumen tersebut datang dari seorang sarjana lulusan ilmu ekonomi, bukan lulusan ilmu agama.
Dalam beberapa contoh di atas, serangan ditujukan kepada karakter atau kredibilitas orang tersebut, bukan kepada argumen atau pendapat yang sedang diajukan.
“Ad Hominem” adalah suatu kesalahan logika karena tidak relevan dengan topik yang sedang di bahas dan tidak membantu dalam mengevaluasi kebenaran atau kesalahan pada suatu argumen.
Jika, ada gejala demikian dalam cara kita berpikir atau cara kita berlogika, maka kita sedang mengidap cacat logika atau mengalami logical fallacy, “Ad Hominem”.
Kembalikan kebenaran dalam berkesimpulan, dengan argumentasi atau pendapat yang berdasarkan fakta dan data objektif, bukan mengalihkan kebenaran berdasarkan serangan personal atau subjektif.
..Wallahu a’lam..