Jangan takut ketika kamu dibenci karena menggenggam kebenaran (tauhid), karena kamu menyampaikan kebenaran (tauhid), jangan takut ketika kamu dijauhi, dikucilkan, dimusuhi, difitnah, dituduh pembohong, pendusta, bahkan tukang sihir ketika menyampaikan kebenaran (tauhid).
Jangan takut hanya karena orang-orang berkata kamu jahat, namun takutlah jika kamu benar-benar melakukannya. Jangan takut hanya karena orang-orang berkata kamu pendusta, namun takutlah jika kamu benar-benar berdusta. Jangan takut hanya karena kamu difitnah orang lain, namun takutlah jika kamu benar-benar penyebar fitnah kepada orang lain.
Jangan senang ketika orang-orang mengatakan kamu baik, namun berbahagialah jika kamu benar-benar melakukannya dengan tulus. Jangan senang ketika orang-orang memujimu karena kamu dianggap shalih, namun berbahagialah jika kamu benar-benar ikhlas dalam mengerjakan amal shalih.
Jangan senang ketika orang-orang memujimu karana kamu dianggap orang alim, namun berbahagialah jika kamu benar menyampaikan kebenaran, yaitu ilmu yang datangnya dari Allah Azza wa Jalla, melalui RasulNya shallalahu alaihi wasallam, bukan karena berharap pujian atau wajah para manusia, melainkan berharap wajah Allah saja.
*************************
Ada seorang teman yang jujur, yang mengingatkan, yang memberi nasihat, namun dia dibenci, padahal yang disampaikannya adalah wujud lain dari kepedulian, kebaikan dan rasa cinta.
Ada seorang yang pura-pura baik, pura-pura polos yang bermuka dua, manis didepan pahit dibelakang, dia berjanji bisa memegang amanah, dia dianggap bisa dipercaya, tetapi sejatinya pengkhianat, pengadu domba, namun dengan topeng yang dikenakannya dia dicintai, padahal yang dilakukannya adalah wujud lain dari kebencian dan kemunafikan.
Ada beberapa alim yang lurus, mendakwahkan ilmu yang datang dari Allah, dia mengingatkan, dia tegas terhadap tauhid, dia keras terhadap syirik dan bid’ah, namun dia dibenci, dijauhi, dikucilkan, dimusuhi, dijelek-jelekkan, dituduh pembohong, pendusta, tukang sihir, difitnah dan lainnya.
Ada beberapa dai yang menyimpang, jauh dari dakwah tauhid, aqidahnya bermasalah, manhajnya bermasalah, dia sibuk bahas protes kebijakan pemerintah; sibuk perihal muamalah; mengakali riba dan rizwah agar kelihatan halal sesuai syariah; jual kelas bisnis saudagar Islam; jual kajian-kajian berbayar; jual air berkah; jual nasab keturunan; jual paket tiket tour dan travel; jual biro jodoh; jual konsultasi pacaran islami; jual konsultasi rumah tangga, jual fatwa hasil pemahaman sendiri bukan pemahaman sahabat, jual merchandise; namun anehnya dia dicintai, dipercaya, dianggap ulama, difollow jutaan orang. Beberapa diantara mereka menyebarkan fitnah dalam agama, namun dianggap tokoh-tokoh yang amanah.
”Beberapa kayu menyangka dirinya berjasa karena merasa sedang menghangatkan orang lain, padahal sejatinya mereka sedang membakar habis diri-diri mereka sendiri dalam kebinasaan.”
*************************
Jangan takut dengan tuduhan, takutlah jika kamu benar-benar melakukannya. Jangan sedih dengan celaan, kebencian dan fitnah, takutlah jika kamu adalah pelakunya.
Jangan senang jika orang berkata kamu baik, berbahagialah jika kamu benar-benar tulus melakukannya. Jangan senang jika orang berkata kamu alim, berbahagialah jika kamu benar-benar berilmu dan tegak lurus terhadap ilmu yang senantiasa karena berharap wajah Allah saja.
Karena, kelak yang akan kamu bawa dan ditimbang di akhirat bukanlah suara manusia, bukan sanjungan atau pujian dari mulut-mulut manusia, bukan jumlah teman atau followermu, melainkan amalmu sendiri. Biarlah dunia salah paham, asalkan kamu tidak gagal paham, asalkan kamu sudah berusaha memahamkan dengan cara yang lurus dan hati yang tulus, yang karena mengharap wajah Allah saja.
Karena, ketahuilah bahwa manusia sangat bisa salah dalam berprasangka kepadamu, namun sesungguhnya Allah tidak akan pernah salah dalam menimbang dan menilai niat baik, perkataan serta amalanmu.
Karena, kita sesungguhnya tidak perlu takut akan kebencian dari manusia yang mana itu tidak apa-apa, namun takutlah jika Allah membenci apa sesungguhnya yang ada dihatimu, perkataanmu, dan perilakumu.
..Wallahu a’lam..
Sampaikan, sebagaimana (dakwah) ini yang dilakukan Para Nabi dan Para Rasul. Menyampaikan kebenaran walaupun kamu tau akan dibenci, dijauhi, dimusuhi, dijelek-jelekkan, difitnah, dituduh pembohong, pendusta, tukang sihir dan yang lainnya.
Sampaikan, ilmu (tentang agama), yaitu ilmu yang datang dan bersumber dari Allah, ilmu dari Tuhan-mu, bahwa tiada Tuhan selain Allah (saja), bahwa tiada sesembahan selain Allah (saja), bahwa tiada yang berhak diibadahi selain Allah (saja), yang mana dengan tata cara peribadahan sesuai ketentuan-Nya (saja). Ilmu mengenal siapa Tuhan-mu, siapa itu Allah, mengenali nama-namaNya dan juga sifat-sifatNya, tidak menduakan-Nya, tidak syirik kepada-Nya, tidak mementingkan sesuatu apapun diatas-Nya. Ilmu yang menjadikan manusia memahami bahwa hidup tidaklah memiliki tujuan apapun, kecuali untuk mengibadahi Tuhan-nya, yaitu Allah (saja).
Sampaikan, bahwa Allah dzat yang Maha Besar dan Maha Mulia, yang mana jauh lebih besar dan lebih penting dari istrinya sendiri, dari anak-anaknya, dari jabatannya, dari pekerjaannya, dari kesibukan dunianya, dari hartanya, dari tabungannya, dari mobilnya, dari rumahnya, dari teman atau kerabatnya, dari orang tua kandungnya, bahkan dari dirinya sendiri.
Sampaikan hal ini, sampaikan ilmu agama, ilmu tentang Allah, niscaya kamu pasti akan dianggap “keras”, dianggap “otoriter”, “frontal”, “ekstrim”, dibenci, dijauhi, dimusuhi, difitnah, dituduh pendusta, tukang sihir dan lainnya.
Padahal kebenaran yang disampaikan, ilmu Allah yang disampaikan, dakwah yang benar disampaikan, karena didasari kepedulian, dengan dasar kelembutan hati, rasa kasih sayang, dengan kecintaan dan ketulusan menyelamatkan sesama dari bahaya kekufuran dan kesesatan.
_____
Sebaliknya, coba sampaikanlah “kebohongan” (ilmu yang bukan datang dari Allah), sampaikan tentang gelarmu, latar pendidikanmu, status sosialmu, jumlah followermu, kemudian sampaikan muamalah riba atau rizwah yang bisa diakali seakan sesuai syar’i, sampaikan tentang pacaran islami, sampaikan tentang solusi permasalahan rumah tangga, sampaikan bahwa nafsu seorang laki-laki ada solusinya yaitu nikah 2,3,4 itu termasuk sunnah, fasiltas tour dan travel umrah VIP, sampaikan itu dengan “berpenampilan” Arab dan dengan menenteng-nenteng kitab berbahasa Arab, sampaikan cerita dongeng tentang nasabmu, cerita-cerita dongeng zaman dahulu, sampaikan tentang sopan santun, sabar dan pasrah dengan “soft spoken” nada rendah, sampaikan itu tentunya jangan lupa dengan melampirkan data dan fakta kebenaran, niscaya seseorang akan dicintai, majelisnya akan dibanjiri, media sosialnya akan ramai diikuti.
Padahal yang demikian itu sama sekali bukanlah kebenaran, bukan dakwah yang benar, ini bukan sedang menyampaikan ilmu tentang Allah, bukan sedang menyampaikan ilmu tentang agama Allah, yang dimana agar menyelamatkan umat dari bahaya syirik dan dosa besar.
*************************
Didapati fakta, bahwa betapa banyak yang bahkan sampai pada hari ini tidak tau ilmu agama, tidak paham ilmu agama (yaitu : kabar dan pengetahuan yang datang dari Allah).
Didapati fakta, bahwa betapa banyak yang bahkan sampai pada hari ini tidak tau, mereka mengira itu ilmu agama, padahal bukan, padahal itu ilmu dunia (ilmu alat).
Semisal, Ilmu nahwu, sorof, mantiq, bayan, kalam, tasawuf, filsafat Islam, tahsin, tahfidz, tafsir, penderajatan Hadits, fiqhul waqi’, fiqh muamalah, gramatika, bahasa, hingga sejarah tokoh, dianggap sebagian besar dari Kaum Muslimin sebagai ilmu agama, padahal BUKAN.
Padahal ilmu demikian bukanlah datang dari Allah (perantara Rasul-Nya), padahal ilmu ini tidak pernah diajarkan, bahkan tidak pernah dikenali oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam itu sendiri, padahal yang demikian ini bukanlah ilmu agama melainkan ilmu dunia (ilmu alat), Padahal ilmu tertua yang kemudian dianggap ilmu agama yaitu itu “ushul fiqh” baru lahir ratusan tahun setelah Nabi shallallahu alaihi wasallam wafat.
Padahal ilmu agama adalah ilmu yang datang dari Allah, ilmu untuk mengenal Allah, ilmu untuk memahami tentang Allah, ilmu untuk mengetahui satu-satunya sesembahan hanyalah Allah, untuk mengetahui satu-satunya tata cara penyembahan kepada Allah yang benar, agar menjadi hamba yang bertaqwa yaitu beriman (tidak syirik) dan beramal shalih (tidak bid’ah / tidak syubhat), tau perkara haq dan bathil, tau hal benar dan salah, halal dan haram (dengan bantuan ilmu-ilmu alat).
Didapati fakta, kini sebagian besar dari kita sibuk dengan ilmu-ilmu dunia (yaitu : ilmu alat), sejarah, bahasa, muamalah dan lainnya, namun mirisnya sebagian besar dari kita tidak memahami ilmu agama, tidak mengajar dan belajar perkara tauhid, tidak bertauhid, tidak beriman sebagai landasan, kita belum mengenal Allah, tidak memahami Allah, baik itu nama-nama maupun sifat-sifatNya.
_____
Padahal ilmu agama adalah perkara tauhid, perkara manhaj, yaitu mempelajari dan memahami pemahaman beragamanya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Para Sahabat, mempelajari dan memahami bagaimana tentang agama Allah, padahal ilmu agama adalah tentang keimanan, tentang tawadhu (kerendahan diri yang tumbuh setelah mengenal Allah), tawakal (kesabaran diri yang tumbuh setelah mengenal Allah), tentang ikhlas, wara’, alias perkara akhlak, baik dan benarnya hati, ucapan, serta perbuatan baik dihadapan Tuhannya (Allah) atau dihadapan sesama makhluk (manusia).
Didapati fakta, betapa banyak yang seakan membahas agama, dengan rujukan kitab berbahasa arab, dengan pakaian dan penampilan arab, tetapi sejatinya bukan sedang membahas ilmu agama.
Didapati fakta, bahwa ilmu dunia (dengan kepentingan dunia), yang dibungkus istilah agama, hanya sekadar dikhotbahkan, diceramahkan, diucapkan, tanpa diimbangi dengan ketauladanan (dicontohkan).
Didapati fakta, bahwa “ilmu agama” yang disampaikan maksimal hanyalah cerita. Sebagian dari mereka menyampaikan kesabaran namun diatas mobil mewah, mereka menyampaikan solusi kesetiaan namun beristri 4 (+kawin cerai), mereka menyampaikan bid’ah tetapi mereka sendiri adalah pemikir dan pelaku dari perbuatan rangka agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka gencar menyampaikan muamalah tetapi mereka sendiri pelaku rizwah, mereka menyampaikan perihal ibadah taunya sekadar jubah, mereka lebih banyak berfatwa yang berasal dari dalam pikirannya dibandingkan menyampaikan firman Allah atau sabda Rasul dengan pemahaman sahabat, mereka bicara seakan diatas ilmu agama padahal ilmu dunia, mereka berbicara bukanlah dakwah dengan niat kepentingan akhirat, melainkan karena motif kepentingan dunia.
Didapati fakta, bahwa negara Indonesia adalah negara terbesar (ke-dua) dengan mayoritas Kaum Muslimin, negara terbanyak dengan 800.000-an masjid yang diisi kajian-kajian rutin agama oleh para ustadz, negara dengan 40.000-an pondok pesantren, negara dengan 30.000-an penghafal Al Quran. Namun ironisnya termasuk negara Islam dengan kasus korupsi yang besar, negara pelaku judi online terbesar, pelaku muamalah riba terbesar, negara dengan jual beli dan impor miras terbesar, negara dengan sekolah agama dengan kasus LGBT yang besar, negara dengan kaum miskin yang terbesar, dan justru sebaliknya negara dengan angka sedekah terkecil. Padahal, jika ilmu agama benar-benar diajarkan dan dipahamkan, angka-angka pada fakta-fakta diatas sejatinya tetap akan ada tetapi tidak sebesar itu
Ini karena sebagian besar dari mereka yang mendakwakan dan mengajarkan dengan membawa nama agama (ilmu agama), padahal itu bukanlah ilmu agama, padahal itu ilmu dunia, yang disampaikannya adalah perkara dunia, dengan berbagai kepentingan-kepentingan dunia.
*************************
Jika pada hari ini, ada yang menyampaikan kebenaran, kita tidak perlu lagi kaget ataupun bingung, ketika yang demikian malah dibenci, ditinggalkan, dimusuhi, difitnah, dituduh tukang sihir, “keras”, “ekstrim”, arogan, intoleran, dan lainnya.
Jika ada asatidz, para ustadz, para dai, mubaligh, para ahli ilmu, para alim ulama, yang pada hari ini masih mendakwahkan ilmu agama, ilmu tentang Allah, mendakwahkan tauhid yang sama sebagaimana ini yang dipahami Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Para Sahabat, yang sama sebagaimana hati, ucapan dan ketauladannya, maka bersyukurlah, ambillah agama ini dari orang-orang seperti mereka.
Jika ada asatidz, para ustadz, para dai, mubaligh, para ahli ilmu, para alim ulama, yang ternyata malah sibuk membahas ilmu dunia, sibuk dengan kepentingan dunia dibalut sorban agama, sebagaimana bukan ini dakwah yang dipahami Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Para Sahabat, berbeda antara khotbah-ceramah dan ketauladannya, maka berlarilah, karena mungkin mereka termasuk yang cuma menjual agama kepadamu, mengambil untung darimu, demi dunia.
..Wallahu a’lam..
Menikmati kebencian terdengar aneh bagi orang-orang rendah, namun skill dengan seni yang tinggi bagi orang-orang bijak, seakan seseorang senang ketika dirinya dihina, seakan seseorang hanya tertawa ketika difitnah.
Tetapi bukan sekadar itu, melainkan ini tentang skill mengelola emosi dengan ideal, yaitu tidak membiarkan kebencian orang lain mencuri kedamaianmu. Kebencian bukanlah dianggap serangan pribadi, tetapi medan latihan kesabaran, yang melatih otot-otot mental menjadi lebih kuat lagi.
Karena sejatinya bukan hal-hal diluar dirimu yang menjadikanmu sakit, namun melainkan pikiranmu dan bagaimana penilaianmu tentang itu. Sejatinya kamu tidak terluka sedikit pun ketika ada orang diluar sana yang membencimu, ketika kamu mengganggap kebencian itu tidak penting, kamu terlepas dari belenggu bahwa semua orang harus suka kepadamu, dimana kebencian itu tidak akan pernah menyentuh inti ketenanganmu.
Buatlah jarak antara batinmu dan kebencian, yang dimana ketika diantara keduanya memiliki batasan yang jelas, kamu bisa tersenyum, kamu bisa tetap baik, bisa menjadi orang baik, bisa berbuat baik kepada orang-orang yang membencimu. Karena sebenar-benarnya orang-orang yang buruk itu tidak akan bisa mengubah siapa dirimu.
Menikmati kebencian bukan berarti “pasrah”, melainkan seseorang tidak lagi dikendalikan oleh emosinya, kamu mampu melihat kebencian sebagai kabut debu yang sementara, sementara dirimu sendiri adalah gunung tinggi dan kokoh yang tetap berdiri.
Jadikan kebencian sebagai indikator pertumbuhanmu, karena sejatinya semakin kamu tumbuh semakin kamu akan dibenci mereka yang tidak bisa tumbuh. Semakin kamu dibenci, itu adalah tanda kamu semakin tinggi bertumbuh. Ingatlah padi yang tumbuh akan semakin banyak semak liar yang mengganggu, ini bukan berarti menjadi padi adalah salah, tetapi tanda bahwa padi itu bertumbuh.
Jika kebencian itu datang karena kamu menggenggam prinsipmu, karena kamu tumbuh, maka kebencian itu harus dirayakan dalam diam, tidak perlu memberi tau para pembenci karena mereka akan semakin membenci. Cukuplah rayakan kebencian dari pembenci, tanpa perlu merusak ketenangan dan kedamaianmu.
Karena ketenangan itu bukan berarti kamu berhasil membuat seluruh dunia terdiam, tetapi saat kamu tidak lagi membutuhkan pengakuan dari dunia hanya untuk merasakan kedamaian.
Kedamaian adalah kemampuan menguasai diri, bukan diri yang dikuasai oleh pendapat orang lain. Kedamaian artinya keselarasan, orang-orang yang selaras antara dalam pikiran, kata-kata dan tindakan adalah orang yang damai. Sedangkan kebencian datang dari ketidakselarasan antara raga dan jiwa, kebencian dimiliki mereka yang mana pikiran dan perbuatan mereka bahkan tidak bisa berdamai.
Dibenci berarti kamu sudah melepaskan sebuah beban besar dalam hidupmu, yaitu beban untuk selalu menyenangkan orang lain. Beban besar asal muasal stress, gelisah dan tidak jarang beban yang bisa membuat seseorang kehilangan arah.
Fokuslah pada sesuatu yang benar dan terus melakukannya dengan baik, bukan bagaimana pendapat orang lain atas apa yang kamu yakini dan yang kamu lakukan, karena kebenaran menghasilkan ketenangan dan kedamaian, yang mana barang siapa yang memilikinya, hal itu tidak bisa diambil oleh siapapun.
Tunjukkan dirimu adalah orang yang benar, berilah kebenaran, sampaikan kebenaran, tanpa perlu memikirkan pendapat mereka dalam penerimaannya. Karena yang kamu cari bukanlah persetujuan dunia, melainkan rahmat dari Pencipta dunia. Ingatlah karena kamu tau kamu tidak hidup untuk mencari wajah mereka para manusia, arah langkahmu bukan tergantung pujian atau hinaan mereka, melainkan tujuan dan peruntukan kamu hidup hanyalah untuk mencari wajah Allah saja.
..Wallahu a’lam..
Setelah sebelumnya dibahas “Kenapa kebenaran dibenci?” Kini akan kita pelajari perbedaan antara kebencian dan kritik atas prinsip kebenaran yang digenggam seseorang.
Jika seseorang mengatakan bahwa kamu berpikir atau bertindak keliru, kamu seharusnya senang hati memperbaiki, karena kebenaran dan menjadi benar adalah motif dan tujuanmu (tauhid). Tetapi, jika maksud mereka hanya mengejek dan menjatuhkanmu, karena kalah, terusik, terancam oleh prinsipmu, maka itu hanyalah kelakuan para pembenci yang mana bukanlah sebuah urusan yang perlu dihiraukan.
Ketahuilah bahwa tidak semua yang terdengar menyakitkan adalah kebencian dan tidak semua yang melembutkan adalah kebaikan. Ketahuilah bahwa kritik itu membangun dan kebencian itu merobohkan. Rendahkan hati, lunakkan ego untuk menerima koreksi, selama itu berasal dari niat baik dan bertujuan memperbaiki. Namun, bijaksanalah untuk tidak menyerap racun yang dihidangkan dalam bentuk “masukan”.
Ketahuilah bahwa dua orang bisa mengucapkan perkataan yang sama namun dengan niat dan tujuan yang berbeda. Perhatikan, jika suatu kalimat itu datang dari seseorang yang tulus (tidak memiliki kepentingan terhadapmu), sebenarnya dia sedang membantumu memakai kacamata untuk melihat realita, dia menghadapkanmu ke sebuah kaca untukmu bercermin. Tetapi, jika kalimat itu datang dari orang-orang yang membencimu, orang-orang yang terancam karena prinsipmu atau memiliki kepentingan untuk keuntungan diri mereka sendiri, sebenarnya mereka sedang berusaha menjatuhkanmu. Kemampuan ini akan membuatmu semakin memahami perbedaan antara kritik dan kebencian.
Ketahuilah bahwa kamu tidak perlu menjawab setiap suara, tidak semua komentar pantas untuk direspon, terkadang diam adalah jawaban. Ketahuilah bahwa energi yang kita miliki terbatas, tidak perlu membuang waktu dan tenaga untuk klarifikasi atau menjelaskan kepada orang yang tidak ingin memahami.
Arahkan fokusmu pada pembelajaran bukan pembelaan atau untuk debat tak berkesudahan (debat kusir). Jika ada kebenaran dalam kritik maka ambillah, itu keuntungan untukmu, namun jika itu hanya kebencian maka abaikanlah, atau kamu rugi secara pikiran, tenaga, waktu dan lainnya.
Jangan sampai menjadi budak pujian atau korban hinaan. Ingatlah karena kamu tau kamu tidak hidup untuk mencari wajah mereka para manusia, arah langkahmu bukan tergantung pujian atau hinaan mereka, melainkan tujuan dan peruntukan kamu hidup hanyalah untuk mencari wajah Allah, saja.
..Wallahu a’lam..
Didunia yang serba haus akan validasi, kebanyakan orang akan hidup dengan satu tujuan yaitu agar disukai oleh orang lain. Mereka akan “berpakaian” agar dianggap keren bagi orang lain, mereka akan “berpakaian” demi disukai oleh orang lain, jika pakaian seseorang jelek dia akan berusaha mengotori atau mengoyak pakaian orang yang lain, agar orang lain lebih buruk daripada dirinya, agar dia terlihat lebih baik ketika dibandingkan orang lain.
Mereka berkata dengan perkataan yang ingin orang lain dengar, mereka bertanya dengan jawaban yang mereka ingin dengar, mereka menjalani hidup dengan mengikuti dan agar dicocoki kebanyakan orang, sifat dasar manusia yang cenderung komunal (berkelompok karena merasa lemah), membuat mereka berbuat apapun demi menutupi kelemahannya, demi dianggap dan diterima oleh suatu kelompok serta merasa terlindungi jika berada didalam suatu kelompok.
Mereka rela mengorbankan prinsip hanya demi satu hal yaitu : diterima oleh manusia. Mereka rela mengorbankan akhirat, hanya demi dunia. Ketahuliah sebagian besar mereka rela mengorbankan wajah Tuhannnya (Allah) demi senyuman-senyuman palsu dari wajah kebanyakan manusia.
Padahal, “penerimaan” manusia sejatinya adalah “perang” yang tidak pernah selesai, hari ini seseorang mungkin disukai karena satu hal, besok seseorang tersebut harus berubah lagi menjadi orang yang berbeda. Ketahuilah bahwa jika hidupmu hanya dipergunakan untuk memenuhi “standar” orang lain, yang mana ini lama kelamaan akan berakibat buruk bagi diri sendiri yaitu dimana kamu tidak mengenali lagi siapa dirimu yang sebenarnya.
Ketika kamu mengatakan kejujuran kebenaran (tauhid), kebanyakan orang-orang yang tidak bertauhid, atau yang keimanannya kepada Allah setipis tisu atau selemah kapas, akan tersinggung dan tidak menyukainya. Ketika kamu menolak melakukan sesuatu yang salah, kamu akan dianggap “sok suci”, ketika kamu tidak ikut dalam mayoritas, kamu akan menjadi minoritas, dianggap kecil. Padahal mayoritas bukan patokan kebenaran, padahal mayoritas manusia berada dalam kesalahan dan kesesatan, dibenci mayoritas dan menjadi minoritas didunia yang sementara ini karena menggenggam “bara api” kebenaran bukanlah kekalahan, melainkan kemenangan yaitu mendapati kesejukan Surga yang kekal kelak. Ketahuilah bahwa kamu sebenarnya seorang pemenang, jika kamu termasuk seorang yang berhasil menang diantara kebanyakan orang yang kalah oleh tekanan sosial.
Jika kamu ingin maju, kamu harus siap dijauhi, ditinggalkan, difitnah, dibenci, dikucilkan dan sebagainya, Ketahuilah bahwa ketika kamu memegang sebuah prinsip, kamu tidak akan bisa memuaskan semua orang, ketahulah bahwa menyenangkan semua orang itu adalah hal yang mustahil.
Hidup bukan berarti benar hanya karena berada didalam kaum mayoritas ataupun popularitas, karena kalau sekadar mayoritas, kaum kafir adalah kaum mayoritas, karena kalau sekadar populer, pelawak dan pengumbar aurat juga populer, melainkan hidup tentang menjadi benar, dan itulah keutamaan kemenangan dan berkualitasnya sebuah kehidupan.
Jangan pernah memilih pujian dan mengorbankan kebenaran, sebaliknya seseorang idealnya tetaplah memilih kebenaran, tidak perlu khawatir karena pujian dan cacian itu hanya sementara yang selalu akan datang dan pergi. Ketahuilah disaat saat kamu tidak lagi terikat pada standar pujian atau celaan orang lain, disitulah kamu benar-benar merdeka.
Seandainya kamu dipuji, kamu tidak terbang, seandainya kamu dicaci, kamu tetap tenang, tidak tumbang, karena kamu tau kamu tidak hidup untuk mencari wajah mereka para manusia, melainkan tujuan dan peruntukan kamu hidup hanyalah untuk, mencari wajah Allah, saja.
..Wallahu a’lam..
Dahulu, Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang disukai semua orang, beliau dianggap orang yang memiliki adab mulia, orang yang jujur, terpercaya, amanah, menjadi tauladan dan dicintai banyak orang.
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam mulai mendakwahkan kebenaran (tauhid), beliau mulai dituduh pendusta, pembohong, penipu, orang gila, tukang sihir dan berbagai tuduhan keji lainnya. Kenapa ini bisa terjadi? Ini bukan dogma, bukan doktrin, namun ini bisa kita diuji secara ilmiah, lewat ilmu psikologi manusia.
*************************
Bayangkan kamu mulai melakukan berbagai hal yang benar, kamu seseorang yang jujur, kamu seseorang yang memilki prinsip, kamu tidak ikut-ikutan, kamu akan mulai merasa banyak tatapan sinis, kamu akan mulai mendengar bisikan-bisikan di belakangmu, komentar-komentar buruk tentang dirimu.
Ketahuilah bahwa wajar, apabila seseorang merasa tidak nyaman ketika dibenci, karena otak manusia secara alami ingin diterima, otak manusia secara default setting menginginkan hal-hal yang menenangkan dan menyenangkan saja, kita ingin disukai, kita ingin orang lain setuju dengan kita, kita ingin diterima oleh mereka. Namun ketika ada seseorang menyampaikan kebenaran (tauhid) dan pahit, itu adalah hal yang tidak nyaman bagi banyak orang yang mana mereka dalam situasi yang tidak benar (tidak bertauhid).
Ketauhilah, bahwa dibenci bukanlah selalu keburukan, “kutukan”, melainkan ujian karakter, sejatinya kebencian bisa jadi merupakan penghargaan yang tersembunyi, alias kebenaran namun dihargai sebagian besar orang dengan kebencian. Dalam arti kata lain, ketika kamu dibenci atas kebenaran yang kamu sampaikan, sebenarnya itu sebuah penghargaan tersembunyi dari mereka para pembenci.
Ketahuilah, jika kamu ingin maju, bersiaplah ditertawakan dan dibenci. Ini terjadi karena seseorang yang hidup dengan prinsip, memegang kebenaran sebagai sebuah harga mati, akan terlihat aneh di mata mereka yang hidup dengan kompromi.
Ketahuilah, kebencian muncul bukan karena kesalahan, namun karena keberanian menyampaikan kebenaran, berani jujur di tengah budaya basa-basi, berani menyampaikan kebenaran di tengah budaya topeng penuh kemunafikan, berani memilih jalan yang benar di saat orang-orang memilih jalan yang aman, kita akan dibenci ketika kita menyalakan sinar kebenaran yang terang benderang, yang mana itu menyilaukan pandangan dari orang-orang yang terbiasa hidup dalam kegelapan.
*************************
Pertanyaannya bukanlah :
“Bagaimana agar semua orang menyukaiku?”
Melainkan, pertanyaannya adalah :
“Apakah aku dibenci karena hal yang benar?”
Jika ternyata kamu dibenci karena meyakini, menyampaikan dan melakukan sesuatu yang benar (tauhid), maka selamat! Kamu sedang berada di jalan yang sepi, jalan yang sunyi dimana tidak ada tepuk tangan ataupun pujian, tetapi membentuk jiwa yang kuat dalam rangka perjalanan menuju akhirat.
Tenang dan “merdeka” dari validasi pengakuan ataupun tuduhan orang, sebagaimana para Nabi dan Rasul meyakini ini, mereka tidak mencari dunia, mereka tidak mencari wajah manusia, melainkan mereka mencari akhirat, mencari wajah Allah semata, mereka tidak mencari banyak teman, pembenaran dari kawan-kawan, melainkan tetap berjalan di atas jalan kebenaran walau ada diantara mereka (para Nabi) yang bahkan tanpa disertai satupun kawan, satupun pengikut. Karena mereka tau, dibenci manusia karena kebenaran adalah sebuah kemuliaan, daripada dicintai banyak manusia karena kepalsuan dan kemunafikan.
_____
Dibenci karena meyakini, menyampaikan dan melakukan sesuatu yang benar, adalah menyenangkan.
Kebencian itu bukan bersumber dari dirimu, namun cerminan dari mereka. Ketika kamu melihat lebih jernih, ternyata kebencian itu bukan tentang kita melainkan tentang diri-diri mereka sendiri.
Ketauhilah bahwa kebencian bukan lahir dari kebenaran, melainkan lahir dari ketidaktauan, luka batin, tersinggung atas kekurangan diri atau rasa terancam. Jika kamu jujur ditengah lingkungan yang manipulatif, kejujuran akan tampak seperti ancaman, dan kamu akan dibenci orang-orang manipulatif atas kejujuranmu. Jika kamu bekerja keras di lingkungan yang malas, kerja kerasmu akan dianggap sebagai ancaman, dan kamu akan dibenci orang-orang malas karena kerja kerasmu. Kamu akan menjadi cermin, dimana orang-orang yang tidak siap melihat bayangan mereka sendiri, akan memilih memecahkan cermin, bukan memperbaiki diri mereka sendiri.
Ketahuilah bahwa kebencian itu sikap defensif, seni dalam bertahan, kebencian lahir dari kekalahan, sikap cemburu, tersinggung (baper), yang bahkan itu tidak bisa mereka kalahkan dari diri mereka sendiri.
Ketahuilah bahwa inilah sebab semua tokoh-tokoh besar yang membawa pemikiran besar, atau perubahan besar, memiliki banyak pembenci, yaitu mereka orang-orang yang memiliki hati dan otak yang kecil. Ketauhilah bahwa Para Nabi dibenci, dimusuhi, karena menyampaikan kebenaran ditengah sistem masyarakat yang salah.
Jika seseorang dibenci karena menyampaikan kebenaran (tauhid), “keras” dengan prinsip kebenaran yang diyakini, itu bukanlah suatu kekeliruan, melainkan seseorang itu dianggap sedang mengganggu atau memasuki zona nyaman mereka, orang-orang yang keliru yang menutupi diri-diri mereka dengan topeng pembenaran.
Pastikan kita bisa membedakan, mana suara teriakan “keras” yang menginginkan kita berkembang dan tumbuh, dan suara-suara nyanyian sumbang yang hanya menginginkan kita tenggelam kedalam lebih jauh.
Tidak perlu mengambil semua reaksi orang lain secara personal, karena reaksi mereka adalah milik mereka, sedangkan reaksi kita adalah milik kita, yang mana tentunya semua niat, perkataan, tindakan, prinsip dan sikap kita, akan kita pertanggungjawabkan kelak masing-masing di hadapan Allah.
Tidak perlu kendalikan perasaan orang lain terhadap diri kita, perkataan orang lain, atau tindakan orang lain, melainkan kita sangat bisa mengendalikan bagaimana kita merespon mereka, orang-orang yang membenci kita karena ketidaktahuan mereka, yaitu dengan rasa iba, yaitu dengan cara memaafkan kesalahan mereka, yang disebabkan kebodohan mereka melihat kebenaran dan kemalasan mereka berjalan di jalan yang benar.
Ketika kita mengetahui bahwa kebencian orang lain bukan sepenuhnya tentang kita, kita akan merasa ringan, kita sangat tidak perlu membalas dengan kebencian, tidak pula perlu menjelaskan, kita juga tidak perlu mengubah diri kita menjadi seperti diri mereka, hanya agar demi diterima oleh mereka, sebagian wajah manusia. Karena jika benar kita memahami, bahwa pada hakikatnya kita sedang mencari wajah Allah, saja.
..Wallahu a’lam..